Pages - Menu

Pages - Menu

Senin, 30 Oktober 2023

SUKU HUBULA DI AMBANG KEHANCURAN

SUKU HUBULA DI AMBANG KEHANCURAN
Siapakah Suku Hubula ? 
Suku Hubula merupakan salah satu suku yang berada di topografi wilayah adat lapago lebih tepatnya di kabupaten Jayawijaya- Provinsi Papua Pegunungan. 
Suku Hubula Merupakan front persatuan  yang di bentuk oleh para leluhur orang Hubula berdasarkan Sub etnik, Antropologi dan Geografi. Tujuannya adalah untuk mengklasifikasikan subsuku/klan secara holistis dan komprehensif dalam mencapai kedamaian, keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Hubula yang komunal. 

Suku Hubula di kelilingi suku suku kerabat lainnya seperti Suku Yally, Walak, Lanny, Nduga. Suku Hubula sendiri merupakan wadah yang menaungi beberapa sub suku/klan misalnya Asso-Lokobal, Huby-Kossi, Logo-Mabel dan masih banyak lagi sub suku/klan yang terklasifikasi dalam Suku Hubula. 

Suku Hubula tidak mempunyai struktur adat dan kepemimpinan yang terhirarki secara umum macamnya; kepala suku umum hubula, Tanah adat, Hutan adat, Air adat dan segala macam hak wilayah yang bersifat kepemilikan suku Hubula.

Di Wilayah Suku Hubula yang mempunyai hak wilayah atas tanah, hutan, air, udara adalah sub suku/klan yang terklasifikasi dalam suku Hubula yang disebutkan seperti di atas tadi; Asso-Lokobal, Huby-Kossi, Logo-Mabel dll. 

Masyarakat Suku Hubula pertama kali melakukan kontak dengan orang asing pada Pada akhir tahun 1909, sampai awal tahun 1910 dengan tim ekspedisi yang di pimpin oleh H.A Lorentz Archbold 1938-1939, Tahun 1944/1945 Akhir Peran Dunia II Di bawah pimpinan Jenderal Douglas MacArthur juga dengan Para Missionaris Christian And Missionary Alliance (CAMA) Pdt. Einar Michelson dan Lloyd van Stone Pada 20 April 1954, Kemudian kontak dengan Pemerintah Belanda pada 10 Desember 1956 dan Pemerintah indonesia pasca aneksasi melalui Trikora 19 Desember 1961 sampai sekarang. ( Agus A. Alua) 

Mengapa Suku Hubula di Ambang Kehancuran ? 

Pasca pepera 1969 yang di selenggarakan di teritorial west papua, Khususnya di Hubula (Wamena) yang di lakukan secara musyawarah mufakat dengan tidak menjunjung mekanisme dari PBB melalui "One Man One Vote".

Penulis Oleh: Erwin Lokobal, Aktivis Solidaritas Tanpa Batas Papua (STBP)

Kamis, 12 Oktober 2023

Jayapura, GempaR Papua - PerampokanTanah Adat Hubula oleh antek - antek Jakarta yaitu, Wakil Mentri Dalam Negeri Jhon Wempi Wetipo dan Ustad Ismael Asso.

Jayapura, GempaR Papua -PerampokanTanah Adat Hubula oleh antek - antek Jakarta yaitu, Wakil Mentri Dalam Negeri Jhon Wempi Wetipo dan Ustad Ismael Asso.
Diskusi Publik pada hari kamis 12 Oktober 2023 oleh Gerakan Mahasiswa Pemuda & Rakyat Papua (GempaR Papua) di asrama Nayak 1 Kamkey Abepura Jayapura, tentang perampasan Tanah Masyarakat Adat Hubula klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal di Wamena. 

Diskusi Ini ada beberapa narasumber yaitu dari Pandangan Hukum oleh Direktur LBH Papua, Pandangan Politik oleh Ketua 1 KNPB Pusat Warpo Sampari Wetipo, Pandangan Korban oleh Kk Benyamin Lagowan. 
Dalam Diskusi Publik GempaR Papua ini menyimpulkan bahwa tindakan perampokan Tanah Adat Hubula 108 hektar, ini merupakan kejahatan kemanusiaan dilakukan oleh Elit Politik Birokrat begraun Kapitalisme mafia.

Kondisi hari ini Tanah masyarakat Adat Suku Hubula dari 3 klen yaitu Wio, Uelesi, dan Assolokobal  dirampas paksa oleh   Kapitalisme Birokrat demi kepentingan untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan di Daerah Otonomi Baru (DOB).
 Kapitalisme Birokrat memang benar – bebenar mengancam eksistensi kehidupan masyarakat Adat dari relasi sosial, corak produksi tradisional, Obat - obatan tradisional, Sumber Pengetahuan Adat, tempat – tempat sakral, dan tempat ritual Adat Suku Hubula. 

Masyarakat Adat terancam punah dari mereka punya Tanah Adat sendiri karena praktik kapital Birokrat tidak menghargai harkat & martabat manusia Hubula sedikit-pun, memang priktik seperti ini kejahatan luar biasa terhadap masyarakat Adat. Orang Hubula menjuluki Tanah sebagai (Ninagosa) artinya mama kehidupan, dan kalau melihat Tanah 108 hektar yang di rampas oleh Kapitalisme Birokrat tempat dimana masyarakat bertani. Kapitalisme Birokat juga tidak menyadari kalau mereka sedang menghancurkan relasi sosial mulai dari Struktur Adat, klen Suku, Sub Marga dan lebih spesifik lagi dalam keluarga kecil. 

Kapitalisme Brokrat / Intelektual Pelacur seperti Wamendagri  Jhon Wempi Wetipo  dan Ustad Ismael Asso mengancam nyawa Manusia dan Alam semesta demi kepentingan akumulasi modal tanpa menghormati serta menghargai nilai kemanusiaan. 

Antek – antek Jakarta yang ada di Papua memang benar tidak ada niat baik bagi masyarakt Hubula lebih khususnya klan Suku Wio, Uelesi, dan Assolokobal  karena dari tindakan agresif menentukan sifat keasliannya. Tanah  masyarakat Adat Hubula di rampas 108 hektar itu tanpa ada masyawarah dan mufakat bersama  dengan ahli waris Tanah dari 3 klan Suku yaitu Wio, Uelesi, dan Assolokobal, hal itu menyebabkan masyarakat melakukan penolakan penempatan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan. 
Tanah masyarakat Adat Hubula  di rampas oleh Wakil Mentri Dalam Negeri  Jhon Wempi Wetipo, tanpa mempertimbangkan eksistensi kehidupan masyarakat Hubula karena keberlansungan hidup masyarakat pada Tanah, Hutan, dan segala macam potensi sumber daya alam. 

Pejabat Sebentara Gubernur Provinsi Papua Pegunungan juga terlihat arogan dengan pernyataan pernyataan di media sosial, seolah olah tiadak ada masalah penolakan dari masyarakat Adat selaku ahli Waris Tanah . Pernyataan PJ  memang terlihat arogan dan anggap reme dengan penolakan penempatan kantor Gubernur Papua Pegunungan oleh masyarakat dari 3 aliansi klen yaitu Wio, Uelesi, dan Assolokobal. 
 
Dari sejak awal wacana penempatan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan itu masyarakat Adat pemilik Tanah / Ahli waris Tanah Adat masih melakukan penolakan tetapi antek – antek Jakarta mengambil kebijakan sepihak akhirnya sampai detik ini ada konflik internal antar masyarakat. Karena kebijakan sepihal  itu juga  masyarakat Adat hubula klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal terkonsolidasi dan masih eksis melakukan perlawanan terhadap Kapital Birokrat yang melanggengkan perampasan hak - hak Masyarakat Adat. 

Masyarakat Adat Hubula  dari 3 klen Suku masih  melakukan penolakan penempatan kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan dengan berbagai cara, misalnya masyarakat melakukan Aksi demonstrasi, Jumpa Pers, Audency dengan pemerintah, Pemalangan di lokasi, dan Melakukan Ritual Adat sebagai tanpa larangan perampasan Tanah Adat sesuai kepercayaan orang Hubula di Lembah Agung.  

Hubula Bukan Tanah Kosong !
Tetapi Ada penghuni selaku ahli waris Tanah yaitu kulit hitam, rambut keriting, ras negroid, dan rumpun melanesia. Itulah ahli waris tanah Leluhur yang dirampas paksa 108 hektar oleh kapital birokrat boneka jakarta berada di Papua. Ahli waris Tanah Suku Hubula klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal masih eksis melakukan penolakan terhadap ologarki yang merampas hak - haknya sampai detik ini.

Menurut kepercayaan masyarakat Adat Hubula, Tanah Hubula sebagai sumber kehidupan, Sumber Kemakmuran, Sumber kesejahteraan, dan Tanah merupakan mama (Ninagosa) yang selalu sediakan makanan buat kita masyarakat Adat. 
Masyarakat Adat Hubula  juga sangat membutuhkan dukungan solidaritas dari berbagai elemen rakyat memiliki nilai kemanusiaan untuk melakukan perlawanan terhadap kapital birokrat yang selalu merampas Tanah Adat mereka. 

Dengan melihat eksistensi masyarakat Adat Hubula terancam punah maka kami Gerakan Mahasiswa Pemuda Dan Rakyat Papua (GempaR Papua) menyatakan sikap;

1. Negara Kolonialisme indonesia hentikan melakukan praktik perampokan Tanah 108 hektar milik masyarakat Adat Papua pada khususnya Tanah masyarakat Suku Hubula Klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal.
2. Negara Kolonialisme hentikan teror masyarakat Adat Suku Hubula klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal dengan mengunakan kekuatan militer TNI / POLRI tanpa melakukan pendekatan kemanusiaan. 
3. Antek - antek boneka jakarta yang ada di Papua seperti Wakil Mentri Dalam Negeri Jhon Wempi  Wetipo & Ustad Ismael Asso, hentikan mengatas namakan Masyarakat Adat Wio, Uelesi, dan Assokokobal  melakukan penyerahan Tanah 108 hektar terhadap Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan.
4. Penjabat Sebentar Gubernur Provinsi Papua Pegunungan Nikolaus Kondomo S.H, M.Si, hentikan mengekuarkan pernyataan provokatif & memfitna masyarakat Adat yang masih eksis mempertahankan Tanah Adat Uelesi, Wio/Wouma, dan Assolokobal.
5. Elit politik birokrat begraun Kapital hentikan menciptakan konflik diantara sesama masyarakat Adat Wio, Uelesi, dan Assolokobal dengan kepentingan jabatan. 
6. Bebaskan masyarakat Adat dengan Tanah Airnya dari Cengkraman Penjajahan Kolonialisme Indonesia agar masyarakat Adat juga bisa hidup seperti bangsa bangsa lain dunia.
7. Negara Kolonialisme Indonesia segera Tuntaskan setiap rentetan Pelanggaran HAM diatas Tanah Papua dari sejak 19 Desember 1961 terjadinya pencaplokan wilayah Papua kedalam Indonesia.
8. Jika Negara tidak mampu menyelesaikan Pelanggaran HAM berat, maka Berikan Hak Penentuan Nasip Sendiri agar Bangsa Papua menentukan nasipnya sendiri tanpa bergantung kepada Kolonialisme Indonesia.

#HUBULA_BUKAN_TANAH_KOSONG!
#PAPUA_BUKAN_TANAH_KOSONG!
#TANAH_AIR_MILIK_KITA!
#TUTUP_MATA_LAWAN_BALIK!




Sabtu, 07 Oktober 2023

Hentikan praktik Perampasan Tanah Masyarakat Adat Hubula.

"Perampasan Tanah Masyarakat Adat Hubula oleh Kapitalisme Birokrat adalah salah satu kejahatan luar biasa"
Kondisi hari ini Tanah masyarakat Adat Suku Hubula dari 3 klen yaitu Wio, Uelesi, dan Assolokobal  dirampas paksa oleh   Kapitalisme Birokrat demi kepentingan untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan di Daerah Otonomi Baru (DOB).
 Kapitalisme Birokrat memang benar – bebenar mengancam eksistensi kehidupan masyarakat Adat dari relasi sosial, corak produksi tradisional, Obat - obatan tradisional, Sumber Pengetahuan Adat, tempat – tempat sakral, dan tempat ritual Adat Suku Hubula. 

Masyarakat Adat terancam punah dari mereka punya Tanah Adat sendiri karena praktik kapital Birokrat tidak menghargai harkat & martabat manusia Hubula sedikit-pun, memang priktik seperti ini kejahatan luar biasa terhadap masyarakat Adat. Orang Hubula menjuluki Tanah sebagai (Ninagosa) artinya mama kehidupan, dan kalau melihat Tanah 108 hektar yang di rampas oleh Kapitalisme Birokrat tempat dimana masyarakat bertani. Kapitalisme Birokat juga tidak menyadari kalau mereka sedang menghancurkan relasi sosial mulai dari Struktur Adat, klen Suku, Sub Marga dan lebih spesifik lagi dalam keluarga kecil. 

Kapitalisme Brokrat / Intelektual Pelacur seperti Wamendagri  Jhon Wempi Wetipo  dan Ustad Ismael Asso mengancam nyawa Manusia dan Alam semesta demi kepentingan akumulasi modal tanpa menghormati serta menghargai nilai kemanusiaan. 

Antek – antek Jakarta yang ada di Papua memang benar tidak ada niat baik bagi masyarakt Hubula lebih khususnya klan Suku Wio, Uelesi, dan Assolokobal  karena dari tindakan agresif menentukan sifat keasliannya. Tanah  masyarakat Adat Hubula di rampas 108 hektar itu tanpa ada masyawarah dan mufakat bersama  dengan ahli waris Tanah dari 3 klan Suku yaitu Wio, Uelesi, dan Assolokobal, hal itu menyebabkan masyarakat melakukan penolakan penempatan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan. 

Tanah masyarakat Adat Hubula  di rampas oleh Wakil Mentri Dalam Negeri  Jhon Wempi Wetipo, tanpa mempertimbangkan eksistensi kehidupan masyarakat Hubula karena keberlansungan hidup masyarakat pada Tanah, Hutan, dan segala macam potensi sumber daya alam. 

Pejabat Sebentara Gubernur Provinsi Papua Pegunungan juga terlihat arogan dengan pernyataan pernyataan di media sosial, seolah olah tiadak ada masalah penolakan dari masyarakat Adat selaku ahli Waris Tanah . Pernyataan PJ  memang terlihat arogan dan anggap reme dengan penolakan penempatan kantor Gubernur Papua Pegunungan oleh masyarakat dari 3 aliansi klen yaitu Wio, Uelesi, dan Assolokobal. 
 
Dari sejak awal wacana penempatan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan itu masyarakat Adat pemilik Tanah / Ahli waris Tanah Adat masih melakukan penolakan tetapi antek – antek Jakarta mengambil kebijakan sepihak akhirnya sampai detik ini ada konflik internal antar masyarakat. Karena kebijakan sepihal  itu juga  masyarakat Adat hubula klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal terkonsolidasi dan masih eksis melakukan perlawanan terhadap Kapital Birokrat yang melanggengkan perampasan hak - hak Masyarakat Adat. 

Masyarakat Adat Hubula  dari 3 klen Suku masih  melakukan penolakan penempatan kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan dengan berbagai cara, misalnya masyarakat melakukan Aksi demonstrasi, Jumpa Pers, Audency dengan pemerintah, Pemalangan di lokasi, dan Melakukan Ritual Adat sebagai tanpa larangan perampasan Tanah Adat sesuai kepercayaan orang Hubula di Lembah Agung.  

Hubula Bukan Tanah Kosong !
Tetapi Ada penghuni selaku ahli waris Tanah yaitu kulit hitam, rambut keriting, ras negroid, dan rumpun melanesia. Itulah ahli waris tanah Leluhur yang dirampas paksa 108 hektar oleh kapital birokrat boneka jakarta berada di Papua. Ahli waris Tanah Suku Hubula klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal masih eksis melakukan penolakan terhadap ologarki yang merampas hak - haknya sampai detik ini.

Menurut kepercayaan masyarakat Adat Hubula, Tanah Hubula sebagai sumber kehidupan, Sumber Kemakmuran, Sumber kesejahteraan, dan Tanah merupakan mama (Ninagosa) yang selalu sediakan makanan buat kita masyarakat Adat. 
Masyarakat Adat Hubula  juga sangat membutuhkan dukungan solidaritas dari berbagai elemen rakyat memiliki nilai kemanusiaan untuk melakukan perlawanan terhadap kapital birokrat yang selalu merampas Tanah Adat mereka. 

Oleh: Aktivis GempaR Papua 
Varra Iyaba