Pages - Menu

Pages - Menu

Rabu, 13 Maret 2024

๐— ๐—œ๐—ก๐—จ๐— ๐—”๐—ก ๐—ž๐—˜๐—ฅ๐—”๐—ฆ, ๐—•๐—˜๐—ฅ๐—จ๐—๐—จ๐—ก๐—š ๐——๐—จ๐—” ๐—ก๐—ฌ๐—”๐—ช๐—” ๐— ๐—˜๐—Ÿ๐—”๐—ฌ๐—”๐—ก๐—š ๐——๐—œ PASAR ๐— ๐—œ๐—ฆ๐—œ ๐——๐—”๐—ก ๐—ฅ๐—จ๐— ๐—”๐—› ๐—ฆ๐—”๐—ž๐—œ๐—ง ๐—จ๐— ๐—จ๐—  ๐—ช๐—”๐— ๐—˜๐—ก๐—” PADA 13 MARET 2024.

๐™Ž๐™š๐™ก๐™ช๐™ง๐™ช๐™ ๐™ฅ๐™–๐™จ๐™ž๐™š๐™ฃ ๐™™๐™–๐™ฃ ๐™‹๐™š๐™ฉ๐™ช๐™œ๐™–๐™จ ๐™ ๐™š๐™จ๐™š๐™๐™–๐™ฉ๐™–๐™ฃ ๐™™๐™ž ๐™๐™‚๐˜ฟ ๐™๐™ช๐™ข๐™–๐™ ๐™Ž๐™–๐™ ๐™ž๐™ฉ ๐™๐™ข๐™ช๐™ข ๐™’๐™–๐™ข๐™š๐™ฃ๐™–  ๐™ง๐™–๐™จ๐™– ๐™ฅ๐™–๐™ฃ๐™ž๐™  ๐™™๐™–๐™ฃ ๐™ฉ๐™ง๐™–๐™ช๐™ข๐™–.

==============================
๐˜ผ. ๐™†๐™š๐™Ÿ๐™–๐™™๐™ž๐™–๐™ฃ ๐™™๐™ž ๐™’๐™ค๐™ช๐™ข๐™–

Pada tanggal 13 Marat 2024, terjadi pembunuhan, di Pasar Wouma, Desa Ketimavit Distrik Wouma Kabupaten Jayawijaya. Provinsi.Papua Pegunungan.

Sekitar jam 07.00 Wit, saya bersama stap Forum Pemberantasan Miras,Narkoba, ganja dan adiktif lainnya, datang melihat Tempat Kejadian perkara di pasar misi Wouma. Karena korbannya telah di Evakuasi oleh Anggota Polres Jayawijaya ke Rumah Sakit Umum Wamena.

Sehingga kami melanjutkan perjalanan menuju ke UGD, disana kami melihat ada korban atas nama Sisa Wolom, yang sedang dirawat diruangan tindakan oleh petugas Kesehatan.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju kepada keluarga korban pertama atas nama Oben Wenda, di Maplima, Desa Kitimavit Distrik Wouma, disana kami  bertemu dengan keluarga korban. Dan tenangkan masa yang berkumpul, lalu saya sampaikan bahwa, saya belum mengetahui kejadian ini seperti apa, sehingga Bapak datang Cek atas peristiwa ini, keluarga korban minta  dan mengusulkan untuk mengecek pelaku korban pertama. karena kami korban pertama.

Setelah berdiskusi dengan, keluarga korban pertama, kami juga berusaha bertemu dengan keluarga korban ke dua.lalu tenangkan, agar tidak terjadi tindakan pembalasan. 

Kami juga sempat bertanya kepada korban atas mama Sisa Wolom, korban yang sedang berbaring, dan ia mengaku  mereka mengkomsumsikan miniuman Keras dengan beberapa orang di missi.

๐˜ฝ. ๐™†๐™ค๐™ง๐™—๐™–๐™ฃ ๐™™๐™ž๐™ฉ๐™ž๐™ ๐™–๐™ข ๐™™๐™–๐™ฃ ๐™ข๐™š๐™ฃ๐™ž๐™ฃ๐™œ๐™œ๐™–๐™ก  ๐™™๐™ž ๐™๐™ช๐™ข๐™–๐™ ๐™Ž๐™–๐™ ๐™ž๐™ฉ ๐™๐™ข๐™ช๐™ข ๐™†๐™–๐™—๐™ช๐™ฅ๐™–๐™ฉ๐™š๐™ฃ ๐™…๐™–๐™ฎ๐™–๐™ฌ๐™ž๐™Ÿ๐™–๐™ฎ๐™–

Sekitar pukul 06: 26 Wit, pada sore terjadi  pembunuhan pembalasan dari pihak keluarga korban Obe Wenda, 26 Tahun, Keluarga korban, melakukan penyerangan terhadap Sisa Wolom yang sedang mejalani perawatan di Rumah Sakit Unum ( UGD ) Kabupaten Jayawijaya.

Akibat dari penyerangan yang dimaksud, sisa mengalami beberapa tikaman di bagian Tubuh, sehingga menyebabkan menghabiskan napasnya di atas tempat tidur di Rumah Sakit Umum Jayawijaya. 

Sebenarnya,  Rumah sakit tidak boleh melakukan tindakan anargis 

๐˜พ. ๐™‹๐™–๐™จ๐™ž๐™š๐™ฃ ๐™ข๐™š๐™ฃ๐™œ๐™–๐™ก๐™–๐™ข๐™ž ๐™ง๐™–๐™จ๐™– ๐™ฉ๐™–๐™ ๐™ช๐™ฉ ๐™™๐™–๐™ฃ ๐™๐™ง๐™–๐™ช๐™ข๐™– ๐™ก๐™–๐™ก๐™ช ๐™ฅ๐™ช๐™ก๐™–๐™ฃ๐™œ ๐™ ๐™š ๐™ง๐™ช๐™ข๐™–๐™ 
 
Pihak Wenda melakukan penyerangan di rumah Sakit umum Wamena ( UGD ). sekitar 06;26. para seluruh Pasien  yang  sedang berada di rumah sakit mengalami rasa takut dan terauma, tiba-tiba  seluruh pasien  pulang kerumah masing. 

๐˜ฟ. ๐™๐™ฃ๐™จ๐™ช๐™ง ๐™‹๐™š๐™ข๐™ž๐™ข๐™ฅ๐™ž๐™ฃ ๐™†๐™–๐™—๐™ช๐™ฅ๐™–๐™ฉ๐™š๐™ฃ ๐™…๐™–๐™ฎ๐™–๐™ฌ๐™ž๐™Ÿ๐™–๐™ฎ๐™– ๐™ฉ๐™ž๐™™๐™–๐™  ๐™—๐™š๐™ง๐™ฅ๐™š๐™ง๐™–๐™ฃ ๐™–๐™ ๐™ฉ๐™ž๐™›. 

Ketika saya hadir pagi-pagi di Tempat Kejadian Perkara, tak seorangpun pemimpin dari Kabupaten Jayawijaya,  yang mengambil bagian untuk meredahkan situasi pada hari ini.

Mungkin karena pemerintah Kabupaten dan Provinsi papua Pegunungan menganggap kasus pembunuhan yang dimaksud masalah kecil, Sehingga pemerintah provinsi dan Kabupaten tidak menggambil bagian. Seharusnya seorang pemimpin  harus dan wajib kendalikan situasi kantibmas. 

                                  Wamena,13-03-2024

1.๐™‹๐™š๐™ข๐™—๐™š๐™ก๐™– ๐™ƒ๐™–๐™ข ๐™™๐™ž ๐™๐™–๐™ฃ๐™–๐™ ๐™‹๐™–๐™ฅ๐™ช๐™–
2.๐˜ฟ๐™ž๐™ง๐™š๐™ ๐™ฉ๐™ช๐™ง ๐™”๐™–๐™ฎ๐™–๐™จ๐™–๐™ฃ ๐™†๐™š๐™–๐™™๐™ž๐™ก๐™–๐™ฃ ๐™™๐™–๐™ฃ ๐™†๐™š๐™ช๐™ฉ๐™ช๐™๐™–๐™ฃ ๐™ˆ๐™–๐™ฃ๐™ช๐™–๐™ž๐™– ๐™‹๐™–๐™ฅ๐™ช๐™– ( ๐™”๐™†๐™†๐™ˆ๐™‹).
3.๐™†๐™š๐™ฉ๐™ช๐™– ๐™๐™ค๐™ง๐™ช๐™ข ๐™ฅ๐™š๐™ข๐™—๐™š๐™ง๐™–๐™ฃ๐™ฉ๐™–๐™จ๐™–๐™ฃ ๐™ˆ๐™ž๐™ง๐™–๐™จ ๐™™๐™–๐™ฃ ๐™‰๐™–๐™ฅ๐™ฏ๐™– ๐™‹๐™ง๐™ค๐™ซ๐™ž๐™ฃ๐™จ๐™ž ๐™‹๐™–๐™ฅ๐™ช๐™– ๐™‹๐™š๐™œ๐™ช๐™ฃ๐™ช๐™ฃ๐™œ๐™–๐™ฃ

Sumber: Theo Hesegem

Kamis, 07 Maret 2024

Sadarlah Kau Cara Hidupmu yang Hanya Menelan Korban Yang lain! Musnahnya Pemilik Negeri dari kedatangan Bangsa Asing!

Sadarlah Kau Cara Hidupmu yang Hanya Menelan Korban Yang lain!
 Musnahnya Pemilik Negeri dari kedatangan Bangsa Asing!
 *I. 114 Tahun Kota Jayapura. Dimanakah        Engkau berada?*

Sekiranya syair lagu musisi Black Brothers ini layak dilantun bersama hari ini ketika mengenang dan memperingati 114 tahun HUT Kota Jayapura. Sembari melantunkan syair lagu tadi, pertanyaan sederhanya adalah pada saat Anda memperingati 114 tahun, apa yang anda pikirkan tentang nasib pemilik tanah Port Numbay? Dimanakah kini orang Port Numbay berada? Dimana posisi orang Papua lainnya di Tanah ini? Bagaimana nasib suku-suku asli diberbagai belahan dunia lain setelah orang Eropa tiba di wilayah mereka? Bertepatan HUT ke 114, saya coba membagikan tulisan ini sebagai bahan refleksi bersama dengan mengacu pada fakta sejarah masa lalu dan melihat masa depan orang asli Port Numbay di Tanah leluhur mereka. 

Pada 1903, Pemerintah Belanda untuk pertama kalinya membuka pos pemerintahan di dekat kali Imbi Kota Jayapura. Sejak dibukanya pos pemerintahan telah terjadinya migrasi warga Eropa dan Asia (Indonesia) masuk di Kota Jayapura. Migrasi semakin meningkat ketika Pos Penginjilan dan Sending di buka di Kota ini. Migrasi dalam rangka penginjilan warga dari beberapa wilayah basis Kristen dari Indonesia seperti Toraja, Manado, Sanger, Batak, Jawa Tengah, Maluku dan Nusa Tenggara Timur membantu para Pendeta dan Pastor di Kota ini. 

Sekalipun kesepakatan pembagian wilayah pelayanan di Papua antara Misi Katolik di wilayah Gunung-Selatan dan Sending GKI wilayah Gunung-Utara telah dicabut pada 1927 tetapi memasuki pada 1929 Gereja Katolik dilarang membangun pos di Kota Jayapura. Para misionaris Katolik diarahkan untuk membuka Pos penginjilan di wilayah pedalaman, Arso dan Waris (Keerom). Memasuki 1930, Gereja Katolik mulai membuka pos penginjilan (Gereja) di Kota Jayapura. 

Pada 1950 Pemerintah Belanda membuka Masjid pertama di Kota Jayapura tepatnya di ujung Jalan Percetakan. Masjid ini dibangun oleh pemerintah Belanda bagi warga migran dari Indonesia (Jawa dan Sulawesi).

Pada 1930 warga trans dari Jawa tiba di Jayapura dan ditempatkan di Sabron, yang kemudian dikenal dengan lokasi Kerto Sari. 

Pada 1962, warga migran Indonesia dan Belanda di Kota Jayapura sekitar 2.200 orang. Pemerintah Belanda mulai 1949-1961 mulai menggalang pembangunan dalam rangka mempersiapkan Papua Merdeka. 

Dalam kurun waktu tersebut pemerintah Belanda menggalang bidang pembangunan, pelatihan kerja bagi orang Papua. Pada 1961-1971 pemerintah Belanda berencana menyiapkan orang Papua dalam bidang Politik dan pemerintahan. Pada 1971, pemerintah Belanda berencana menyerahkan sepenuhnya kedaulatan kepada orang Papua untuk merdeka dan berdaulat. Namun rencana pemerintah belanda digagalkan oleh pemerintah Indonesia dengan bantuan pemerintah Amerika Serikakat melalui PBB.

Migrasi penduduk di Kota Jayapura dan Papua semakin meningkat pasca Mei 1963. Kota Jayapura sebagai ibu Kota Provinsi menjadi tujuan Migrasi penduduk dari Indonesia maupun migrasi lokal dari Papua. 

Sampai dengan memasuki awal tahun 2024, akibat migrasi penduduk Kota Jayapura orang asli Port Numbay menjadi minoritas. Berdasarkan data yang dimiliki Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Jayapura, saat ini jumlah penduduk Orang Asli Port Numbay hanya 2,84 persen, dari total penduduk di Kota Jayapura atau hanya ada 11.949 jiwa yang tersebar di  5 Distrik. Diakui bahwa telah terjadi migrasi dan pembangunan selama 60 tahun ini tetapi tidak membawa dampak perubahan positif bagi penduduk setempat orang Port Numbay namun sebaliknya membawa dampak positif kepada warga migran non Papua dan non orang asli Port Numbay di tanah Port Numbay. 

Kepemilikan tanah, 80% tanah lahan produktif yang ada di Port Numbay telah beralih tangan dan fungsi. Lebih dari 80 Persen tanah di kota Jayapura di duduki dan di’miliki’ oleh penduduk migran non Port Numbay. Belakangan ini beberapa orang asli Port Numbay tinggal di rumah kontrakan/kos yang dibangun oleh orang non Port Numbay. Mereka juga semakin terisolasi dan tersingkir di pingiran kota. Beberapa dari mereka terkepung ditengah bangunan ruko-ruko, pasar dan bangunan lainnya. Semakin Sulit ditemukan  pemukiman asli orang Port Numbay. 

Hak kepemilikan tanah sudah beralih tangan dan fungsi. Bertolak dari dari situasi demikian, pertanyaan refleksi saya ialah bagaimana nasib orang Port Numbay pada Tahun 2124 atau pada 100 tahun yang akan datang? Migrasi dan Pembangunan berdampak positif bagi orang Port Numbay?

*II. Musnahnya Suku-Suku Asli dunia oleh Suku-suku Eropa* 

Pengalaman serupa sebagaimana yang dialami oleh orang Papua khususnya orang asli Port Numbay, selama 114 tahun ini juga dialami suku bangsa lainnya diberbagai benua. Kami gambarkan musnahnya suku-suku asli di wilayah Benua Amerika (Amerika Latin dan Amerika Utara), Australia dan Asia.

Musnahnya suku-suku asli ini terjadi setelah 50-100 tahun kontak dengan orang asing dari Eropa.

 *1. Amerika Latin* 

 _Pulau Hispaniola_ 

Ketika Columbus menemukan pulau Hispaniola pada tahun 1492, ada kurang lebin 300.000 jiwa penduduk asli disana. Empat tahun kemudian, karena perampokan migran dari Eropa, Orang asli di Hispaniol, hanya 200.000 jiwa yang tersisa. 

Limapuluh tahun kemudian, hanya 5.000 (lima ribu) jiwa yang masih hidup. Sekarang hampir tidak ada yang dapat di hitung. 

_Brasil_ 

Menurut perkiraan ahli sejarah, penduduk asli di Brasil berjumlah 4.000.000 jiwa sebelun bangsa Portugis masuk ke daerah itu pada abad ke enambelas. 

Pada tahun 1900 hanya 500.000 jiwa yang sisa dalam 230 suku. Di antara tahun 1900 dan 1957 mereka di selidiki lagi hingga tinggal hanya 80.000 jiwa yang tersisa dalam 143 suku; ini berarti bahwa di antara tahun 1900 dan 1957 ada 87 suku asli yang musnah di Brasil; dan ini berarti pula bahwa 1,5 suku asli musnah dalam setahun di satu negara.

Pada tahun 1971 jumlah penduduk asli telah menurun lagi menjadi 50.000 jiwa. Biasanya suku suku hilang/musnah dalam 50 tahun setelah kontak yang pertama dengan mereka.

*2. Amerika Utara* 

Sejak para pionir dari Eropa mulai masuk pada abad ko XVII, kira-kira 20 suku asli “have been pushed over the brink into extinction," atau berada diambang kepunahan misalnya suku Iluron, suku Yahi, suku Yana dan lain lain. 

Ada juga suku suku lain yang hampir mati habis/musnah tetapi kira kira tahun 1900, Pemerintah Canada dan USA lebih memperhatikan kebutuhan suku suku tersebut sehingga mulai terselamatkan. 

Menurut US Cencus Bereau (Biro Sensus AS) pada 2022 total populasi suku asli Amerika saat ini ada sekitar 6,79 juta orang dari 331,9 juta penduduk Amerika Serikat. Angka tersebut menyumbang sekitar 2,09 persen dari total jumlah penduduk Amerika.

*3. Australia* 

_Pulau Tasmania_ 

Pada tahun 1803 pendatang dari Eropa telah mulai mengambil tanah suku asli yakni suku Aborigine di pulau Tasmania. Suku tersebut membalasnya dengan membunuh beberapa ekor sapi dari pendatang dari Eropa tersebut, sebagai "swan" atas tanah yang di ambil.
Tetapi di dalam penilaian orang migran Eropa, orang yang tidak berpakaian dan yang tidak berbahasa nasional, apa lagi yang  selalu berpindah pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain, tidak boleh disebut pemilik tanah. (Walaupun nenek moyang mereka telah mendiami pulau itu ribuan tahun). 

Akhirnya pendatang Eropa itu bangun dan membunuh segala yang berwarna hitam dan yang berjalan diatas dua kaki. Sebagai akibatnya kaum Aborigine (kurang lebih 5.000 jiwa) hilangkan dari pulau Tasmania dalam 73 tahun. Saat ini satu pun sulit dijumpai. 

_Daratan benua Australia_ 

Suku Aborigin yang mendiami daratan Australia dulu berjumlah kira kira 300.000 jiwa. Sekarang hanya 115.000 jiwa yang tersisa. Dari 115.000 jiwa itu, akibat eksploitasi seksual, hanya 35.000 jiwa orang Aborigine yang dapat disebut sebagai "full-bloode." Jumlah ini masih sedang "disedikiti“ atau menuju pemusnahan.

Beberapa suku telah hilang seterusnya, misalnya suku yang dulu berdiam dekat muara sungai Swan di Australia Barat, menurut perhitungan pada abad lalu berjumlah 1.500 jiwa. Banyak kota-kota besar di Australia, orang asli pemilik tanah dibunuh dan punah. Misalanya Di daerah untuk kota Perth, suku itu cepat sekali "disidikiti" sampai anggotanya yang terakhir Joobailch moninggal pada tahun 1907. Pada 2023, jumlah penduduk orang asli suku Aborijin 812.728 jiwa dari Populasi  26.439.111 jiwa. 

*4. Wilayah Hindia* 

 _Kepulauan Andaman_ 

Sebelum tahun 1858, kaum Negrito di pulau Andaman berjumlah 6.000 jiwa. Setelah pemerintah Inggris berkuasa/berkoloni sekarang hanya 600 orang Negrito yang tersisa. Di antara mereka ada banyak perempuan yang disteril, dan dengan  penyakit kelamin yang dimasukkan para migran pada abad yang lalu. 

_Pilipina_ 

Suku suku asli yang masih ada di pulau Mindanao sudah lama diusir dari pantai ke rimba, gunung gunung di pedalaman. Susahnya para pedagang telah masuk wilayah hutan rimba itu juga, dan sedang membunuh penduduk pribumi dan merampas tanah mereka, khususnya untuk memperoleh hasil hutannya. Misalnya pada tahun 1971 beberapa ratus penduduk asli di laporkan menjadi korban dalam pembunuhan beลŸar disebelah Barat pulau Mindanao. Presiden Marcos turun tangan, dan telah menyusun sebuah organisasi yang disebut PANAMIN, di bawah pimpinan Manuel Elizalde, untuk melindungi suku-suku yang sedang “menuju pemusnahan" di pulau pulau Pilipina. 

Pada hari ini kita selalu mendengar laporan atau protes mengenai beberapa jenis binatang yang sedang musnah; misalnya Harimau di Sumatera, Komodo di Nusa Tenggara, Gorila di Afrika, buaya, ikan paus dan lain sebagainya. Tetapi belum banyak orang memperhatikan bahwa banyak sekali kebudayaan dan manusia sedang mengalami kemusnahan sama seperti jenis-jenis binatang tersebut diatas. 

Merujuk pada fakta di atas dan statistik yang ada para ahli memperkirakan bahwa diperkirakan seluruh dunia sedang kehilangan 5(lima) suku bangsa setiap tahun. 

*III. Ancaman Genosida dan Ekosida di West Papua* 

Mengikuti data BPS Papua dan berbagai penelitian demografi kependudukan di Tanah Papua salah satunya ialah Dr. Jim Elmslie dalam Under the Gun Indonesian Economic Development versus West Papua Nationalism dapat diringkaskan sebagai berikut, pada Tahun 1971 Penduduk Papua berjumlah 923.000 jiwa terbagi non Papua 36.000 sedangkan  Papua 887.000 jiwa. 

Pada tahun 1990 non Papua 414.210 jiwa dan Papua berjumlah 1.215.897.00 dengan jumlah total, 1.630. 1.630.107.00 jiwa. Pada 2005 jumlah penduduk non Papua, 1.087.694.00 dan Papua, 1.558. 795.00 jumlah total 2.646. 489.00. 

Pada 2011, jumlah non Papua, 1.980.000.00 dan Papua 1.700.000,00 jumlah total, 3.680.000.00 jiwa . Pada 2020 jumlah Penduduk Provinsi Papua 4,3 juta jiwa dan Provinsi Papua Barat, 1,13 juta jiwa.

Jumlah total penduduk Provinsi Papua dan Papua Barat, 5. 3.13.000 jiwa. Dari jumlah penduduk Papua dan Papua Barat tersebut, dalam kurun waktu 10 tahun dari 2010-2020 Provinsi Papua terjadi penambahan penduduk 1,3 juta jiwa sedangkan penambahan penduduk Provinsi Papua Barat 373,65 ribu jiwa. Total penambahan Penduduk dari luar Papua yang masuk 1, 6 juta jiwa.
Bukan hanya manusia yang sedang musnah tetapi juga terjadi pemusnahan pada lingkungan hidup. 

Kejahatan Lingkungan Hidup Di Papua Selama 20 Tahun (2001-2021) demi dan Atas Nama Investasi. Sebagaimana diketahui bersama bahwa Papua memiliki 2/5 (38%) dari areal hutan yang masih ada di Indonesia tetapi faktanya saat ini perusahaan-perusahaan membersihkan lahan untuk kelapa sawit, pabrik kertas/pulp dan pertambangan yang beroperasi di Papua mengakibatkan deforestasi. Penyebab lain untuk deforestasi adalah pembangunan infrastruktur sipil, pemukiman warga transmigrasi, pembangunan kantor, jalan trans antar kabupaten, daerah pembangunan infrastruktur TNI/POLRI. 

Pada Maret-Mei 2020 melalui citra satelit ditemukan deforestasi lahan seluas 1.488 ha pada areal kelapa sawit. Yang terbesar di wilayah Manokwari (372 ha), di wilayah Merauke (372), di Boven Digoel (222 ha) dan di Bintuni (110 ha). Laporan Indonesian Monitoring Coalition (koalisi ini terdiri dari 11 NGOs) deforestasi di Papua sangat meningkat selama administrasi Presiden Jokowi. 

Menurut data Badan Pusat Statistik pada tahun 2020, Luas Tutupan Hutan Papua adalah 34,4 juta hektar (ha). Selama 20 tahun terakhir areal hutan alami mengalami deforestasi 663,433 ha; 71% dari deforestasi ini terjadi selama kurun waktu 2011-2019. Maka rata-rata deforestasi di Papua sekitar 34,000 ha per tahun; puncaknya tahun 2015: 89,000 ha.  Selama kurun waktu 2015-2019 (kabinet Jokowi I) Papua kehilangan 298,600 ha. Deforestasi yang paling besar adalah di wilayah Merauke (123,000 ha), Boven Digoel (51,600 ha), Nabire (32,900 ha), Teluk Bintuni (33,400 ha), Sorong (33,400 ha) dan Fakfak (31,700 ha). 

Bertolak dari fakta ini apabila ada penguasa kolonial Indonesia (Presiden Jokowi dan Kabinetnya) pada Konferensi Tingkat Tinggi Negara-negara G-20 di Roma pada 31 October 2021 mengatakan: “Indonesia memiliki hutan tropis terbesar di Dunia, Indonesia memiliki arti strategis dalam menangani perubahan Iklim.” Maka pertanyaannya ialah perlindungan Hutan tropis mana yang dimaksudkan?

Kami perlu tegaskan disini bahwa penurunan Luas Tutupan Hutan Papua memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan orang Papua. Sebagian besar OAP adalah kaum peramu, peladang, petani, pemburu dan nelayan, tentunya memiliki ketergantungan terhadap lingkungan sekitar sebagai sumber ketersediaan pangan. Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan baik hutan maupun laut, secara langsung akan berdampak terhadap sumber pangan dan pendapatan OAP.

 *IV. Catatan Penutup* 

Berpotred dari fakta selama ini dan atas apa yang kami gambarkan dalam materi ini maka kehadiran orang asing, suku-suku Eropa di berbagai wilayah membawa dampak genosida pada suku-suku asli setempat. Demikian juga kehadiran bangsa Eropa di West Papua pada awal abad ke 19-20 kemudian ditindaklanjuti oleh Bangsa Indonesia di West Papua telah berdampak pada pemusnahan orang asli Papua khususnya pada orang Port Numbay. 

Kontak dengan orang Eropa dan Indonesia di West Papua  mengantar orang Port Numbay telah menjadi marjinal, terdiskriminasi secara rasial dan sedang menuju pada Pemusnahan etnis di atas tanah dan negeri mereka.

Hanya kaum elit dan buruh kasar penguasa yang sudah mati nurani, matanya dibutakan oleh senjata intelijen, senjata hukum dan senjata loreng saja yang masih memandang dan menghibur mereka dengan berkata Investasi Sawit, Otsus, Pemekaran membawa kesejahteraan, membawa kemajuan. Ini adalah dalil-dalil klasim mereka dalam membenarkan tindakan pendudukan demi genosida, ekosida dan etnosida  terhadap orang asli Papua.
Pada akhir materi ini, saya hendak menegaskan kembali bahwa Port Numbay, West Papua bukan tanah kosong, Papua bukan milik kaum burjuis, elit kapitalis, elit militer, elit politisi untuk investasi emas, kelapa sawit, perkebunan dan lainnya. Tetapi tanah Port Numbay, West Papua adalah tanah kami, tanah milik orang Papua, Papua merupakan harta orang Melanesia. 

Karena itu, Saya mengajak mari bersama kita lantunkan lagu Black Brathers, pada 1975, “Sadarlah Kau Cara Hidupmu, yang hanya, menelan korban yang lain. Bintang Fajar terbit, hari kiamat, kiamatlah juga engkau” Ingatlah Tuhan bangsa Papua tidak tidur! Sebelum semuanya terjadi bertobatlah engkau! Jangan meratapi kematian sobat. Lihat ke depan, Bintang Fajar Pasti Terbit dari Negeri Matahari terbit. Waaaaa…

Oleh: Tn.Markus Haluk
Sekt. Eksekutif ULMWP

Senin, 04 Maret 2024

Mengapa kami selalu eksis mengkritik boneka Jakarta yang ada di Papua melangengkan sistem Penindasan?

Argumentasi teori adalah  perbedaan antara proletar dan borjuis terletak di kepemilikan alat produksi. Kaum borjuis adalah orang-orang yang memiliki modal dan alat produksi. Sedangkan proletar adalah orang-orang yang hanya memiliki tenaga untuk dijual.

Hari ini orang Papua yang kerja didalam sistem Pemerintahan kolonial indonesia itu adalah buruh, yang menjual tenaga kerja terhadap kaum Borjuis yang memiki modal & alat produksi. Orang Papua di Pekerjakan satu kali 24 jam menjual tenaga di dalam pemerintahan demi menjaga keutuhan negara dan modal agar mata rantai penindasan berjalan mulus. 

Kategori proletariat / buruh adalah para pekerja sistem negara dan Perusahaan tentang Penanaman modal atau kapital. Banyak varian - varian buruh yaitu buruh pabrik, buruh harian, buruh migran, buruh birokrat, buruh terampil, buruh kasar dan buruh lepas. 

Dalam varian - varian buruh 90% orang dijuluki sebagai buruh birokrat menjalankan sistem Pemerintahan Kolonialisme Indonesia. Karl Marx menilai bahwa sistem ekonomi kapitalisme telah melakukan eksploitasi terhadap kaum buruh. Marx berargumen bahwa nilai suatu barang dihasilkan melalui proses produksi atas kerja buruh, Sedangkan kapitalisme mencuri nilai lebih tersebut.

Orang Papua jika melihat dengan kaca mata Politik Sosialisme. 
Partai politik kolonial adalah suatu alat kaum borjuis untuk penimbunan modal/Kapital. Faktor partai - partai borjuis setiap pesta demokrasi kolonial indonesia di Papua memicu konflik diantara rakyat tertindas. 

"Teori konflik Karl Marx menyatakan bahwa masyarakat berada dalam keadaan konflik yang tiada henti karena persaingan untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas. Teori konflik berpendapat bahwa tatanan sosial dipertahankan melalui dominasi dan kekuasaan, bukan melalui konsensus dan konformitas". 

Memang benar, setiap aktivis Papua berpidato bahwa Kolonialisme Indonesia adalah aktor konflik horizontal & Vertikal di Papua karena secara argumentasi teori ilmiah menjelaskan dengan jelas. 
Rakyat Papua harus menyadari bahwa konflik Sosial hari ini terjadi bukan ada begitu saja, tetapi konflik di picu oleh penjajah / kolonialisme Indonesia. 


Oleh: VI