Pages - Menu

Pages - Menu

Sabtu, 07 Januari 2023

Indonesia Pembajak Anjing Penjaga Kapitalisme & Imperialisme Monopoli.

Kapitalisme tidak peduli dengan kemiskinan, penderitaan, kelaparan, dan Penindasan secara masif terhadap Orang Asli  Papua. Pendukung Kapitalisme adalah sistemik kolonialisme secara terstruktur untuk mendapatkan keuntungan nilai lebih. Kolonialisme di manfaatkan oleh negara Imperialisme hanya untuk mangatur regulasi atau memuluskan Hukum Akumulasi atas  kepentingan Imperialisme Monopoli membuka ladang Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA), di wilayah kolonialisme itu sendiri. 

Kita melihat kembali Kritikan Marxis terhadap reaksi Kapitalisme ke abad 20, karena faktor struktur tidak seimbang, Kelas paling dibawah adalah Pekerja (proletar), dan kelas atas (Borjuis). Kelas 1 & 2 itu di ciptakan dengan muatan kepentingan ekonomi politik kelas atas dalam hal ini Imperialisme dan Neonolonialisme. Aktivitas Kelompok kelas bawah atau kelas tertindas selalu Bertani, berburuh, Beternak,  bahkan tenaganya  1 x 24 jam di eksploitasi habis habisan untuk kepentingan imperialisme mendapatkan nilai lebih atau mendapatkan modal berlipat ganda. 


Struktur Kapitalisme bisa melanggengkan  dengan aman ketika Militerisme menjaga dan mengawasi sistem akumulasi modal, karena Militer sebagai instrumen Kapitalisme dan pengaman investasi milik para Pemodal. Dan praktik Militerisme lebih cenderung menciptakan kejahatan refresif, agresif,  Reaksioner, otoritanianisme, dan tunjukan watak arogansi karena militer salah satu Alat Manufer politik imperialisme yang punya kepentingan didalam wilayah kekuasaan Kolonialisme dan militer TNI POLRI di Papua, Pembajak anjing penjaga investasi di Papua Barat.

Contohnya kita saksikan sendiri bahwa pada tahun 2018 sampai 30 November 2022 76.250 ribu pengungsi tercipta di Nduga, Kepulauan Yapen, Intan jaya, Maybrad, Yahukimo, dan Pengunungan Bintang.
76.250 Warga sipil Papua di usir secara paksa oleh (TNI/POLRI), dengan itu sesuai peta investasi untuk warga sipil harus di gusur agar investasi bisa berjalan dengan mulus tanpa hambatan.  

Dan pengungsi warga sipil Papua tercipta, ada keterlibatan Gubernur Papua (Lukas Enembe) karena pada 24 juli 2020 Lukas Enembe selaku Gubernur Papua memberikan Surat Rekomendasi "Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) Kepada Direktur utama PT. Mining Industry Indonesia (MIND ID).
Dari sini kita Rakyat tertindas di Papua bisa melabelkan bahwa Elit Politik Papua yang bekerja didalam sistem birokrasi kolonial sebagai Pilar Pilar kekuasaan jakarta di West Papua. Dan Elit politik Papua sebagai anjing Penjaga Sistem Penindasan an antek antek para pemodal / Kapital. 

Persoalan kebangsaan kita Rakyat tertindas di Papua tidak bisa gantungkan kepada para elit politik birokrasi, karena mereka adalah anjing penjaga sistem penindasan jakarta.
Mata rantai penindasan bisa putus ketika Rakyat berpolitik didalam organisasi perjuangan yang ada di Tanah Air West Papua. 

Che Guevara menegaskan bahwa; Revolusi bukanlah buah apel  yang  jatuh ketika sudah matang, tapi kamu yang harus membuatnya jatuh. Penegasan ini kita lantas berpikir bahwa perjuangan kemerdekaan sesungguhnya ada pada kekuatan Rakyat tertindas untuk menggakhiri penderitaan dan membawah pembebasan Nasional bagi Bangsa Papua Barat. 

Kaum Revolusioner Papua harus berpikir dan bertindak untuk mengatur kekuatan sistem perlawanan untuk menentang kekuasaan kolonialisme, bukan mengatur sistem perpecahan dan ambisi jabatan organisasi Perjuangan. Rakyat sudah merasa jenu dengan dinamika perpecahan didalam internal gerakan perjuangan dengan faktor ambisius jabatan untuk mencari nama besar. 

Revolusi bisa berakhir kapan saja ketika pejuang Papua sebagai pilar pilar bangsa tertindas bersatu didalam wada persatuan, dan bersatu dalam agenda untu menentang segala kebijakan sistem monopoli. 
Keyakinan Rakyat bahwa Papua Pasti Merdeka, namun dengan harapan Pejuan Papua harus bersatu dalam satu wada Perjuangan agar arah kemajuan Perjuangan terlihat jelas.

#Salam_Pembebasan !! 
#PAPUA BUKAN TANAH KOSONG !!
#TUTUP_MATA_ LAWAN BALIK !! 



Selasa, 03 Januari 2023

Judul Buku "Teologi Pembebasan", yang di tulis Oleh (Francis Wahono Nitiprawiro) ini pernah di terbitkan oleh penerbit Sinar Harapan Jakarta tahun 1987, tetapi pada tahun itu buku ini di larang beredar karena dianggap Buku ini menyebarkan ide atau gagasan Marxisme & Leninisme yang akan menganggu stabilitas negara.

Buku yang Berjudul "Teologi Pembebasan" 
______________________________________
Buku "Teologi Pembebasan" yang di tulis Oleh (Francis Wahono Nitiprawiro) ini pernah di terbitkan oleh penerbit Sinar Harapan Jakarta tahun 1987, tetapi pada tahun itu buku ini di larang beredar karena dianggap Buku ini menyebarkan ide atau gagasan Marxisme & Leninisme yang akan menganggu stabilitas negara. 

Teologi Pembebasan adalah sebuah paham tentang peranan agama & Adat dalam ruang lingkup lingkungan sosial Politik di Fase Kapitalisme. Dengan kata lain Teologi Pembebasan  suatu usaha kontekstualisasi ajaran-ajaran atau nilai keagamaan dan Tradisi Adat  pada masalah konkret di Papua Barat. Teologi Pembebasan adalah upaya berteologi secara kontekstual.

 Teologi Pembebasan yang diterjemahkan dari Bahasa Inggris (Liberation Theology) menjadi keharusan bagi kegiatan gereja-gereja dalam komitmen pada kehidupan sosial, Politik, dan Ekonomi. Teologi pembebasan lahir sebagai respons terhadap situasi ekonomi dan politik yang dinilai menyengsarakan rakyat.

Buku ini Bercerita juga tentang Kobobrokan situasi cengkraman Kolonialisme di fase Kapitalisme, mengirim sinyal kritik pedas kepada yang sedang berkuasa. Dan mengkritisi kebijakan negara & para teologi yang sedang bermain jiwa & hati. 

Ketidakberdayaan mengembangkan pemikiran dan tindakan kebijakan yang mampu menyiasati "modernisasi" yang berupa globalosasi tersebut membuat mereka memilih jalan pertahanan eksistensi yang asal asalan. 

Istilah "Pembangunan" di beri daya magis, sementara istilah "Pemberdayaan" Belum lazim di pakai. Penyalagunaan uang dan jabatan di beri nama "Pemborosan" sementara mempergunakan istilah "Korupsi" atau "KKN" (Korupru, Kolusi, dan Nepotisme) di tabukan. Bicara soal "Kemiskinan" adalah Dosa, namun bicara "kesetiakawanan sosial" menjadi semboyan kosong belaka. 

Cara demikian tidak lain menunjukan kekalapan sosial, frustasi sosial ketradisi Adat atau Agama yang tidak jarang menghalalkan cara cara destruktif; cara - cara kekerasan yang justru mencoreng muka tradisi Adat atau Agama itu sendiri. Negara Kebalnya  politisasi Adat dan Agama oleh para petualangan politik praktis dengan kepentingan ekonomi sesaat.
 Eksistensi Tuhan terhadap umat manusia di bunuh oleh parasit parasit negarawan, dengan kepentingan politik praktis melangenkan kekejaman dan kekejian terhadap umat Tuhan. 

Buku "Teologi Pembebasan" mempoklamasikan untuk semua orang beriman tanpa memandang Agama dan Tradisi_Adat; sebuah teologi universal yang mengampu masyarakat plural. 
Teologi Pembebasan amat pekat dengan kesadaran akan pentingnya tradisi Adat dan historisitas budaya masyarakat hukum Adat & masyarakat marjinal. 

"Pembebasan Anak Anak Bangsa"
Teologi Pembebasan juga menyiasati globalisasi dengan menawarkan paradigma dan cara bertindak yang membebaskan manusia, atau praksis dari segala macam kedosaan. Dalam tradisi pemikiran keagamaan, selain dosa pribadi, dosa sosial, dosa ekonomi, dosa politik, dosa hukum, dosa budaya, bahkan dosa dari segalah dosa; yakni dosa Asali. 

Paradigma Pembebasan adalah penegasan dari paradigma penyelamatan. Intinya bahwa manusia di ciptakan dengan citra Allah yang kudus, artinya bebas dari segalah bentuk dosa, namun dengan kesombongan dan keserakahannya ia kehilangan kebebasanya, terkungkung dalam penjara dosa dan kegelapan. Semuanya kalau di telusuri jiwa dan rohnya untaian nilai nilai luhur pembentukan Pembebasan, sebuah alternatif terhadap paradigma globalisasi. Bahwa Pembebasan itu dimiliki hanya oleh "Anak Anak Bangsa tertindas" yang mampu mendoprak gerbang Pembebasan Bangsa dari cengkraman Kolonialisme Indonesia, Kapitalisme Amerika, dan sekutunya. 

Teologi Pembebasan adalah sebuah paham tentang peranan agama & Adat dalam ruang lingkup lingkungan sosial Politik di Fase Kapitalisme. Dengan kata lain Teologi Pembebasan  suatu usaha kontekstualisasi ajaran-ajaran atau nilai keagamaan dan Tradisi Adat  pada masalah konkret di Papua Barat. 

Teologi Pembebasan adalah upaya berteologi secara kontekstual dengan kondisi sosial, bukan Negara  politisasi Adat dan Agama  politik praktis dengan kepentingan ekonomi sesaat. Situasi objektif di Papua agama & Adat di pelacurkan dengan kepentingan Hukum Akumulasi modal bagi konglomerat.

Penulis Oleh: 
Aktivis GempaR Papua 
( Varra Iyaba )