This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 13 Maret 2024

𝗠𝗜𝗡𝗨𝗠𝗔𝗡 𝗞𝗘𝗥𝗔𝗦, 𝗕𝗘𝗥𝗨𝗝𝗨𝗡𝗚 𝗗𝗨𝗔 𝗡𝗬𝗔𝗪𝗔 𝗠𝗘𝗟𝗔𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗗𝗜 PASAR 𝗠𝗜𝗦𝗜 𝗗𝗔𝗡 𝗥𝗨𝗠𝗔𝗛 𝗦𝗔𝗞𝗜𝗧 𝗨𝗠𝗨𝗠 𝗪𝗔𝗠𝗘𝗡𝗔 PADA 13 MARET 2024.

𝙎𝙚𝙡𝙪𝙧𝙪𝙝 𝙥𝙖𝙨𝙞𝙚𝙣 𝙙𝙖𝙣 𝙋𝙚𝙩𝙪𝙜𝙖𝙨 𝙠𝙚𝙨𝙚𝙝𝙖𝙩𝙖𝙣 𝙙𝙞 𝙐𝙂𝘿 𝙍𝙪𝙢𝙖𝙝 𝙎𝙖𝙠𝙞𝙩 𝙐𝙢𝙪𝙢 𝙒𝙖𝙢𝙚𝙣𝙖  𝙧𝙖𝙨𝙖 𝙥𝙖𝙣𝙞𝙠 𝙙𝙖𝙣 𝙩𝙧𝙖𝙪𝙢𝙖.

==============================
𝘼. 𝙆𝙚𝙟𝙖𝙙𝙞𝙖𝙣 𝙙𝙞 𝙒𝙤𝙪𝙢𝙖

Pada tanggal 13 Marat 2024, terjadi pembunuhan, di Pasar Wouma, Desa Ketimavit Distrik Wouma Kabupaten Jayawijaya. Provinsi.Papua Pegunungan.

Sekitar jam 07.00 Wit, saya bersama stap Forum Pemberantasan Miras,Narkoba, ganja dan adiktif lainnya, datang melihat Tempat Kejadian perkara di pasar misi Wouma. Karena korbannya telah di Evakuasi oleh Anggota Polres Jayawijaya ke Rumah Sakit Umum Wamena.

Sehingga kami melanjutkan perjalanan menuju ke UGD, disana kami melihat ada korban atas nama Sisa Wolom, yang sedang dirawat diruangan tindakan oleh petugas Kesehatan.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju kepada keluarga korban pertama atas nama Oben Wenda, di Maplima, Desa Kitimavit Distrik Wouma, disana kami  bertemu dengan keluarga korban. Dan tenangkan masa yang berkumpul, lalu saya sampaikan bahwa, saya belum mengetahui kejadian ini seperti apa, sehingga Bapak datang Cek atas peristiwa ini, keluarga korban minta  dan mengusulkan untuk mengecek pelaku korban pertama. karena kami korban pertama.

Setelah berdiskusi dengan, keluarga korban pertama, kami juga berusaha bertemu dengan keluarga korban ke dua.lalu tenangkan, agar tidak terjadi tindakan pembalasan. 

Kami juga sempat bertanya kepada korban atas mama Sisa Wolom, korban yang sedang berbaring, dan ia mengaku  mereka mengkomsumsikan miniuman Keras dengan beberapa orang di missi.

𝘽. 𝙆𝙤𝙧𝙗𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙩𝙞𝙠𝙖𝙢 𝙙𝙖𝙣 𝙢𝙚𝙣𝙞𝙣𝙜𝙜𝙖𝙡  𝙙𝙞 𝙍𝙪𝙢𝙖𝙝 𝙎𝙖𝙠𝙞𝙩 𝙐𝙢𝙪𝙢 𝙆𝙖𝙗𝙪𝙥𝙖𝙩𝙚𝙣 𝙅𝙖𝙮𝙖𝙬𝙞𝙟𝙖𝙮𝙖

Sekitar pukul 06: 26 Wit, pada sore terjadi  pembunuhan pembalasan dari pihak keluarga korban Obe Wenda, 26 Tahun, Keluarga korban, melakukan penyerangan terhadap Sisa Wolom yang sedang mejalani perawatan di Rumah Sakit Unum ( UGD ) Kabupaten Jayawijaya.

Akibat dari penyerangan yang dimaksud, sisa mengalami beberapa tikaman di bagian Tubuh, sehingga menyebabkan menghabiskan napasnya di atas tempat tidur di Rumah Sakit Umum Jayawijaya. 

Sebenarnya,  Rumah sakit tidak boleh melakukan tindakan anargis 

𝘾. 𝙋𝙖𝙨𝙞𝙚𝙣 𝙢𝙚𝙣𝙜𝙖𝙡𝙖𝙢𝙞 𝙧𝙖𝙨𝙖 𝙩𝙖𝙠𝙪𝙩 𝙙𝙖𝙣 𝙏𝙧𝙖𝙪𝙢𝙖 𝙡𝙖𝙡𝙪 𝙥𝙪𝙡𝙖𝙣𝙜 𝙠𝙚 𝙧𝙪𝙢𝙖𝙝 
 
Pihak Wenda melakukan penyerangan di rumah Sakit umum Wamena ( UGD ). sekitar 06;26. para seluruh Pasien  yang  sedang berada di rumah sakit mengalami rasa takut dan terauma, tiba-tiba  seluruh pasien  pulang kerumah masing. 

𝘿. 𝙐𝙣𝙨𝙪𝙧 𝙋𝙚𝙢𝙞𝙢𝙥𝙞𝙣 𝙆𝙖𝙗𝙪𝙥𝙖𝙩𝙚𝙣 𝙅𝙖𝙮𝙖𝙬𝙞𝙟𝙖𝙮𝙖 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙗𝙚𝙧𝙥𝙚𝙧𝙖𝙣 𝙖𝙠𝙩𝙞𝙛. 

Ketika saya hadir pagi-pagi di Tempat Kejadian Perkara, tak seorangpun pemimpin dari Kabupaten Jayawijaya,  yang mengambil bagian untuk meredahkan situasi pada hari ini.

Mungkin karena pemerintah Kabupaten dan Provinsi papua Pegunungan menganggap kasus pembunuhan yang dimaksud masalah kecil, Sehingga pemerintah provinsi dan Kabupaten tidak menggambil bagian. Seharusnya seorang pemimpin  harus dan wajib kendalikan situasi kantibmas. 

                                  Wamena,13-03-2024

1.𝙋𝙚𝙢𝙗𝙚𝙡𝙖 𝙃𝙖𝙢 𝙙𝙞 𝙏𝙖𝙣𝙖𝙝 𝙋𝙖𝙥𝙪𝙖
2.𝘿𝙞𝙧𝙚𝙠𝙩𝙪𝙧 𝙔𝙖𝙮𝙖𝙨𝙖𝙣 𝙆𝙚𝙖𝙙𝙞𝙡𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙣 𝙆𝙚𝙪𝙩𝙪𝙝𝙖𝙣 𝙈𝙖𝙣𝙪𝙖𝙞𝙖 𝙋𝙖𝙥𝙪𝙖 ( 𝙔𝙆𝙆𝙈𝙋).
3.𝙆𝙚𝙩𝙪𝙖 𝙁𝙤𝙧𝙪𝙢 𝙥𝙚𝙢𝙗𝙚𝙧𝙖𝙣𝙩𝙖𝙨𝙖𝙣 𝙈𝙞𝙧𝙖𝙨 𝙙𝙖𝙣 𝙉𝙖𝙥𝙯𝙖 𝙋𝙧𝙤𝙫𝙞𝙣𝙨𝙞 𝙋𝙖𝙥𝙪𝙖 𝙋𝙚𝙜𝙪𝙣𝙪𝙣𝙜𝙖𝙣

Sumber: Theo Hesegem

Kamis, 07 Maret 2024

Sadarlah Kau Cara Hidupmu yang Hanya Menelan Korban Yang lain! Musnahnya Pemilik Negeri dari kedatangan Bangsa Asing!

Sadarlah Kau Cara Hidupmu yang Hanya Menelan Korban Yang lain!
 Musnahnya Pemilik Negeri dari kedatangan Bangsa Asing!
 *I. 114 Tahun Kota Jayapura. Dimanakah        Engkau berada?*

Sekiranya syair lagu musisi Black Brothers ini layak dilantun bersama hari ini ketika mengenang dan memperingati 114 tahun HUT Kota Jayapura. Sembari melantunkan syair lagu tadi, pertanyaan sederhanya adalah pada saat Anda memperingati 114 tahun, apa yang anda pikirkan tentang nasib pemilik tanah Port Numbay? Dimanakah kini orang Port Numbay berada? Dimana posisi orang Papua lainnya di Tanah ini? Bagaimana nasib suku-suku asli diberbagai belahan dunia lain setelah orang Eropa tiba di wilayah mereka? Bertepatan HUT ke 114, saya coba membagikan tulisan ini sebagai bahan refleksi bersama dengan mengacu pada fakta sejarah masa lalu dan melihat masa depan orang asli Port Numbay di Tanah leluhur mereka. 

Pada 1903, Pemerintah Belanda untuk pertama kalinya membuka pos pemerintahan di dekat kali Imbi Kota Jayapura. Sejak dibukanya pos pemerintahan telah terjadinya migrasi warga Eropa dan Asia (Indonesia) masuk di Kota Jayapura. Migrasi semakin meningkat ketika Pos Penginjilan dan Sending di buka di Kota ini. Migrasi dalam rangka penginjilan warga dari beberapa wilayah basis Kristen dari Indonesia seperti Toraja, Manado, Sanger, Batak, Jawa Tengah, Maluku dan Nusa Tenggara Timur membantu para Pendeta dan Pastor di Kota ini. 

Sekalipun kesepakatan pembagian wilayah pelayanan di Papua antara Misi Katolik di wilayah Gunung-Selatan dan Sending GKI wilayah Gunung-Utara telah dicabut pada 1927 tetapi memasuki pada 1929 Gereja Katolik dilarang membangun pos di Kota Jayapura. Para misionaris Katolik diarahkan untuk membuka Pos penginjilan di wilayah pedalaman, Arso dan Waris (Keerom). Memasuki 1930, Gereja Katolik mulai membuka pos penginjilan (Gereja) di Kota Jayapura. 

Pada 1950 Pemerintah Belanda membuka Masjid pertama di Kota Jayapura tepatnya di ujung Jalan Percetakan. Masjid ini dibangun oleh pemerintah Belanda bagi warga migran dari Indonesia (Jawa dan Sulawesi).

Pada 1930 warga trans dari Jawa tiba di Jayapura dan ditempatkan di Sabron, yang kemudian dikenal dengan lokasi Kerto Sari. 

Pada 1962, warga migran Indonesia dan Belanda di Kota Jayapura sekitar 2.200 orang. Pemerintah Belanda mulai 1949-1961 mulai menggalang pembangunan dalam rangka mempersiapkan Papua Merdeka. 

Dalam kurun waktu tersebut pemerintah Belanda menggalang bidang pembangunan, pelatihan kerja bagi orang Papua. Pada 1961-1971 pemerintah Belanda berencana menyiapkan orang Papua dalam bidang Politik dan pemerintahan. Pada 1971, pemerintah Belanda berencana menyerahkan sepenuhnya kedaulatan kepada orang Papua untuk merdeka dan berdaulat. Namun rencana pemerintah belanda digagalkan oleh pemerintah Indonesia dengan bantuan pemerintah Amerika Serikakat melalui PBB.

Migrasi penduduk di Kota Jayapura dan Papua semakin meningkat pasca Mei 1963. Kota Jayapura sebagai ibu Kota Provinsi menjadi tujuan Migrasi penduduk dari Indonesia maupun migrasi lokal dari Papua. 

Sampai dengan memasuki awal tahun 2024, akibat migrasi penduduk Kota Jayapura orang asli Port Numbay menjadi minoritas. Berdasarkan data yang dimiliki Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Jayapura, saat ini jumlah penduduk Orang Asli Port Numbay hanya 2,84 persen, dari total penduduk di Kota Jayapura atau hanya ada 11.949 jiwa yang tersebar di  5 Distrik. Diakui bahwa telah terjadi migrasi dan pembangunan selama 60 tahun ini tetapi tidak membawa dampak perubahan positif bagi penduduk setempat orang Port Numbay namun sebaliknya membawa dampak positif kepada warga migran non Papua dan non orang asli Port Numbay di tanah Port Numbay. 

Kepemilikan tanah, 80% tanah lahan produktif yang ada di Port Numbay telah beralih tangan dan fungsi. Lebih dari 80 Persen tanah di kota Jayapura di duduki dan di’miliki’ oleh penduduk migran non Port Numbay. Belakangan ini beberapa orang asli Port Numbay tinggal di rumah kontrakan/kos yang dibangun oleh orang non Port Numbay. Mereka juga semakin terisolasi dan tersingkir di pingiran kota. Beberapa dari mereka terkepung ditengah bangunan ruko-ruko, pasar dan bangunan lainnya. Semakin Sulit ditemukan  pemukiman asli orang Port Numbay. 

Hak kepemilikan tanah sudah beralih tangan dan fungsi. Bertolak dari dari situasi demikian, pertanyaan refleksi saya ialah bagaimana nasib orang Port Numbay pada Tahun 2124 atau pada 100 tahun yang akan datang? Migrasi dan Pembangunan berdampak positif bagi orang Port Numbay?

*II. Musnahnya Suku-Suku Asli dunia oleh Suku-suku Eropa* 

Pengalaman serupa sebagaimana yang dialami oleh orang Papua khususnya orang asli Port Numbay, selama 114 tahun ini juga dialami suku bangsa lainnya diberbagai benua. Kami gambarkan musnahnya suku-suku asli di wilayah Benua Amerika (Amerika Latin dan Amerika Utara), Australia dan Asia.

Musnahnya suku-suku asli ini terjadi setelah 50-100 tahun kontak dengan orang asing dari Eropa.

 *1. Amerika Latin* 

 _Pulau Hispaniola_ 

Ketika Columbus menemukan pulau Hispaniola pada tahun 1492, ada kurang lebin 300.000 jiwa penduduk asli disana. Empat tahun kemudian, karena perampokan migran dari Eropa, Orang asli di Hispaniol, hanya 200.000 jiwa yang tersisa. 

Limapuluh tahun kemudian, hanya 5.000 (lima ribu) jiwa yang masih hidup. Sekarang hampir tidak ada yang dapat di hitung. 

_Brasil_ 

Menurut perkiraan ahli sejarah, penduduk asli di Brasil berjumlah 4.000.000 jiwa sebelun bangsa Portugis masuk ke daerah itu pada abad ke enambelas. 

Pada tahun 1900 hanya 500.000 jiwa yang sisa dalam 230 suku. Di antara tahun 1900 dan 1957 mereka di selidiki lagi hingga tinggal hanya 80.000 jiwa yang tersisa dalam 143 suku; ini berarti bahwa di antara tahun 1900 dan 1957 ada 87 suku asli yang musnah di Brasil; dan ini berarti pula bahwa 1,5 suku asli musnah dalam setahun di satu negara.

Pada tahun 1971 jumlah penduduk asli telah menurun lagi menjadi 50.000 jiwa. Biasanya suku suku hilang/musnah dalam 50 tahun setelah kontak yang pertama dengan mereka.

*2. Amerika Utara* 

Sejak para pionir dari Eropa mulai masuk pada abad ko XVII, kira-kira 20 suku asli “have been pushed over the brink into extinction," atau berada diambang kepunahan misalnya suku Iluron, suku Yahi, suku Yana dan lain lain. 

Ada juga suku suku lain yang hampir mati habis/musnah tetapi kira kira tahun 1900, Pemerintah Canada dan USA lebih memperhatikan kebutuhan suku suku tersebut sehingga mulai terselamatkan. 

Menurut US Cencus Bereau (Biro Sensus AS) pada 2022 total populasi suku asli Amerika saat ini ada sekitar 6,79 juta orang dari 331,9 juta penduduk Amerika Serikat. Angka tersebut menyumbang sekitar 2,09 persen dari total jumlah penduduk Amerika.

*3. Australia* 

_Pulau Tasmania_ 

Pada tahun 1803 pendatang dari Eropa telah mulai mengambil tanah suku asli yakni suku Aborigine di pulau Tasmania. Suku tersebut membalasnya dengan membunuh beberapa ekor sapi dari pendatang dari Eropa tersebut, sebagai "swan" atas tanah yang di ambil.
Tetapi di dalam penilaian orang migran Eropa, orang yang tidak berpakaian dan yang tidak berbahasa nasional, apa lagi yang  selalu berpindah pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain, tidak boleh disebut pemilik tanah. (Walaupun nenek moyang mereka telah mendiami pulau itu ribuan tahun). 

Akhirnya pendatang Eropa itu bangun dan membunuh segala yang berwarna hitam dan yang berjalan diatas dua kaki. Sebagai akibatnya kaum Aborigine (kurang lebih 5.000 jiwa) hilangkan dari pulau Tasmania dalam 73 tahun. Saat ini satu pun sulit dijumpai. 

_Daratan benua Australia_ 

Suku Aborigin yang mendiami daratan Australia dulu berjumlah kira kira 300.000 jiwa. Sekarang hanya 115.000 jiwa yang tersisa. Dari 115.000 jiwa itu, akibat eksploitasi seksual, hanya 35.000 jiwa orang Aborigine yang dapat disebut sebagai "full-bloode." Jumlah ini masih sedang "disedikiti“ atau menuju pemusnahan.

Beberapa suku telah hilang seterusnya, misalnya suku yang dulu berdiam dekat muara sungai Swan di Australia Barat, menurut perhitungan pada abad lalu berjumlah 1.500 jiwa. Banyak kota-kota besar di Australia, orang asli pemilik tanah dibunuh dan punah. Misalanya Di daerah untuk kota Perth, suku itu cepat sekali "disidikiti" sampai anggotanya yang terakhir Joobailch moninggal pada tahun 1907. Pada 2023, jumlah penduduk orang asli suku Aborijin 812.728 jiwa dari Populasi  26.439.111 jiwa. 

*4. Wilayah Hindia* 

 _Kepulauan Andaman_ 

Sebelum tahun 1858, kaum Negrito di pulau Andaman berjumlah 6.000 jiwa. Setelah pemerintah Inggris berkuasa/berkoloni sekarang hanya 600 orang Negrito yang tersisa. Di antara mereka ada banyak perempuan yang disteril, dan dengan  penyakit kelamin yang dimasukkan para migran pada abad yang lalu. 

_Pilipina_ 

Suku suku asli yang masih ada di pulau Mindanao sudah lama diusir dari pantai ke rimba, gunung gunung di pedalaman. Susahnya para pedagang telah masuk wilayah hutan rimba itu juga, dan sedang membunuh penduduk pribumi dan merampas tanah mereka, khususnya untuk memperoleh hasil hutannya. Misalnya pada tahun 1971 beberapa ratus penduduk asli di laporkan menjadi korban dalam pembunuhan beşar disebelah Barat pulau Mindanao. Presiden Marcos turun tangan, dan telah menyusun sebuah organisasi yang disebut PANAMIN, di bawah pimpinan Manuel Elizalde, untuk melindungi suku-suku yang sedang “menuju pemusnahan" di pulau pulau Pilipina. 

Pada hari ini kita selalu mendengar laporan atau protes mengenai beberapa jenis binatang yang sedang musnah; misalnya Harimau di Sumatera, Komodo di Nusa Tenggara, Gorila di Afrika, buaya, ikan paus dan lain sebagainya. Tetapi belum banyak orang memperhatikan bahwa banyak sekali kebudayaan dan manusia sedang mengalami kemusnahan sama seperti jenis-jenis binatang tersebut diatas. 

Merujuk pada fakta di atas dan statistik yang ada para ahli memperkirakan bahwa diperkirakan seluruh dunia sedang kehilangan 5(lima) suku bangsa setiap tahun. 

*III. Ancaman Genosida dan Ekosida di West Papua* 

Mengikuti data BPS Papua dan berbagai penelitian demografi kependudukan di Tanah Papua salah satunya ialah Dr. Jim Elmslie dalam Under the Gun Indonesian Economic Development versus West Papua Nationalism dapat diringkaskan sebagai berikut, pada Tahun 1971 Penduduk Papua berjumlah 923.000 jiwa terbagi non Papua 36.000 sedangkan  Papua 887.000 jiwa. 

Pada tahun 1990 non Papua 414.210 jiwa dan Papua berjumlah 1.215.897.00 dengan jumlah total, 1.630. 1.630.107.00 jiwa. Pada 2005 jumlah penduduk non Papua, 1.087.694.00 dan Papua, 1.558. 795.00 jumlah total 2.646. 489.00. 

Pada 2011, jumlah non Papua, 1.980.000.00 dan Papua 1.700.000,00 jumlah total, 3.680.000.00 jiwa . Pada 2020 jumlah Penduduk Provinsi Papua 4,3 juta jiwa dan Provinsi Papua Barat, 1,13 juta jiwa.

Jumlah total penduduk Provinsi Papua dan Papua Barat, 5. 3.13.000 jiwa. Dari jumlah penduduk Papua dan Papua Barat tersebut, dalam kurun waktu 10 tahun dari 2010-2020 Provinsi Papua terjadi penambahan penduduk 1,3 juta jiwa sedangkan penambahan penduduk Provinsi Papua Barat 373,65 ribu jiwa. Total penambahan Penduduk dari luar Papua yang masuk 1, 6 juta jiwa.
Bukan hanya manusia yang sedang musnah tetapi juga terjadi pemusnahan pada lingkungan hidup. 

Kejahatan Lingkungan Hidup Di Papua Selama 20 Tahun (2001-2021) demi dan Atas Nama Investasi. Sebagaimana diketahui bersama bahwa Papua memiliki 2/5 (38%) dari areal hutan yang masih ada di Indonesia tetapi faktanya saat ini perusahaan-perusahaan membersihkan lahan untuk kelapa sawit, pabrik kertas/pulp dan pertambangan yang beroperasi di Papua mengakibatkan deforestasi. Penyebab lain untuk deforestasi adalah pembangunan infrastruktur sipil, pemukiman warga transmigrasi, pembangunan kantor, jalan trans antar kabupaten, daerah pembangunan infrastruktur TNI/POLRI. 

Pada Maret-Mei 2020 melalui citra satelit ditemukan deforestasi lahan seluas 1.488 ha pada areal kelapa sawit. Yang terbesar di wilayah Manokwari (372 ha), di wilayah Merauke (372), di Boven Digoel (222 ha) dan di Bintuni (110 ha). Laporan Indonesian Monitoring Coalition (koalisi ini terdiri dari 11 NGOs) deforestasi di Papua sangat meningkat selama administrasi Presiden Jokowi. 

Menurut data Badan Pusat Statistik pada tahun 2020, Luas Tutupan Hutan Papua adalah 34,4 juta hektar (ha). Selama 20 tahun terakhir areal hutan alami mengalami deforestasi 663,433 ha; 71% dari deforestasi ini terjadi selama kurun waktu 2011-2019. Maka rata-rata deforestasi di Papua sekitar 34,000 ha per tahun; puncaknya tahun 2015: 89,000 ha.  Selama kurun waktu 2015-2019 (kabinet Jokowi I) Papua kehilangan 298,600 ha. Deforestasi yang paling besar adalah di wilayah Merauke (123,000 ha), Boven Digoel (51,600 ha), Nabire (32,900 ha), Teluk Bintuni (33,400 ha), Sorong (33,400 ha) dan Fakfak (31,700 ha). 

Bertolak dari fakta ini apabila ada penguasa kolonial Indonesia (Presiden Jokowi dan Kabinetnya) pada Konferensi Tingkat Tinggi Negara-negara G-20 di Roma pada 31 October 2021 mengatakan: “Indonesia memiliki hutan tropis terbesar di Dunia, Indonesia memiliki arti strategis dalam menangani perubahan Iklim.” Maka pertanyaannya ialah perlindungan Hutan tropis mana yang dimaksudkan?

Kami perlu tegaskan disini bahwa penurunan Luas Tutupan Hutan Papua memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan orang Papua. Sebagian besar OAP adalah kaum peramu, peladang, petani, pemburu dan nelayan, tentunya memiliki ketergantungan terhadap lingkungan sekitar sebagai sumber ketersediaan pangan. Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan baik hutan maupun laut, secara langsung akan berdampak terhadap sumber pangan dan pendapatan OAP.

 *IV. Catatan Penutup* 

Berpotred dari fakta selama ini dan atas apa yang kami gambarkan dalam materi ini maka kehadiran orang asing, suku-suku Eropa di berbagai wilayah membawa dampak genosida pada suku-suku asli setempat. Demikian juga kehadiran bangsa Eropa di West Papua pada awal abad ke 19-20 kemudian ditindaklanjuti oleh Bangsa Indonesia di West Papua telah berdampak pada pemusnahan orang asli Papua khususnya pada orang Port Numbay. 

Kontak dengan orang Eropa dan Indonesia di West Papua  mengantar orang Port Numbay telah menjadi marjinal, terdiskriminasi secara rasial dan sedang menuju pada Pemusnahan etnis di atas tanah dan negeri mereka.

Hanya kaum elit dan buruh kasar penguasa yang sudah mati nurani, matanya dibutakan oleh senjata intelijen, senjata hukum dan senjata loreng saja yang masih memandang dan menghibur mereka dengan berkata Investasi Sawit, Otsus, Pemekaran membawa kesejahteraan, membawa kemajuan. Ini adalah dalil-dalil klasim mereka dalam membenarkan tindakan pendudukan demi genosida, ekosida dan etnosida  terhadap orang asli Papua.
Pada akhir materi ini, saya hendak menegaskan kembali bahwa Port Numbay, West Papua bukan tanah kosong, Papua bukan milik kaum burjuis, elit kapitalis, elit militer, elit politisi untuk investasi emas, kelapa sawit, perkebunan dan lainnya. Tetapi tanah Port Numbay, West Papua adalah tanah kami, tanah milik orang Papua, Papua merupakan harta orang Melanesia. 

Karena itu, Saya mengajak mari bersama kita lantunkan lagu Black Brathers, pada 1975, “Sadarlah Kau Cara Hidupmu, yang hanya, menelan korban yang lain. Bintang Fajar terbit, hari kiamat, kiamatlah juga engkau” Ingatlah Tuhan bangsa Papua tidak tidur! Sebelum semuanya terjadi bertobatlah engkau! Jangan meratapi kematian sobat. Lihat ke depan, Bintang Fajar Pasti Terbit dari Negeri Matahari terbit. Waaaaa…

Oleh: Tn.Markus Haluk
Sekt. Eksekutif ULMWP

Senin, 04 Maret 2024

Mengapa kami selalu eksis mengkritik boneka Jakarta yang ada di Papua melangengkan sistem Penindasan?

Argumentasi teori adalah  perbedaan antara proletar dan borjuis terletak di kepemilikan alat produksi. Kaum borjuis adalah orang-orang yang memiliki modal dan alat produksi. Sedangkan proletar adalah orang-orang yang hanya memiliki tenaga untuk dijual.

Hari ini orang Papua yang kerja didalam sistem Pemerintahan kolonial indonesia itu adalah buruh, yang menjual tenaga kerja terhadap kaum Borjuis yang memiki modal & alat produksi. Orang Papua di Pekerjakan satu kali 24 jam menjual tenaga di dalam pemerintahan demi menjaga keutuhan negara dan modal agar mata rantai penindasan berjalan mulus. 

Kategori proletariat / buruh adalah para pekerja sistem negara dan Perusahaan tentang Penanaman modal atau kapital. Banyak varian - varian buruh yaitu buruh pabrik, buruh harian, buruh migran, buruh birokrat, buruh terampil, buruh kasar dan buruh lepas. 

Dalam varian - varian buruh 90% orang dijuluki sebagai buruh birokrat menjalankan sistem Pemerintahan Kolonialisme Indonesia. Karl Marx menilai bahwa sistem ekonomi kapitalisme telah melakukan eksploitasi terhadap kaum buruh. Marx berargumen bahwa nilai suatu barang dihasilkan melalui proses produksi atas kerja buruh, Sedangkan kapitalisme mencuri nilai lebih tersebut.

Orang Papua jika melihat dengan kaca mata Politik Sosialisme. 
Partai politik kolonial adalah suatu alat kaum borjuis untuk penimbunan modal/Kapital. Faktor partai - partai borjuis setiap pesta demokrasi kolonial indonesia di Papua memicu konflik diantara rakyat tertindas. 

"Teori konflik Karl Marx menyatakan bahwa masyarakat berada dalam keadaan konflik yang tiada henti karena persaingan untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas. Teori konflik berpendapat bahwa tatanan sosial dipertahankan melalui dominasi dan kekuasaan, bukan melalui konsensus dan konformitas". 

Memang benar, setiap aktivis Papua berpidato bahwa Kolonialisme Indonesia adalah aktor konflik horizontal & Vertikal di Papua karena secara argumentasi teori ilmiah menjelaskan dengan jelas. 
Rakyat Papua harus menyadari bahwa konflik Sosial hari ini terjadi bukan ada begitu saja, tetapi konflik di picu oleh penjajah / kolonialisme Indonesia. 


Oleh: VI

Senin, 12 Februari 2024

Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan berhenti merampok Tanah Masyarakat Adat 108 hektar, Milik Suku Hubula klen Wouma & Welesi.

Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan berhenti merampok Tanah Masyarakat Adat 108 hektar, Milik Suku Hubula klen Wouma & Welesi. 
Masyarakat Adat Hubula terancam punah dari mereka Tanah Adatnya sendiri karena praktik kapital Birokrat tidak menghargai harkat & martabat masyarakat Hubula sedikit-pun, memang praktik seperti ini kejahatan luar biasa yang diciptakan oleh Pemerintah Kolonial Indonesia terhadap masyarakat Adat. 

Orang Hubula menjuluki Tanah sebagai ( Ninagosa ) artinya mama kehidupan, dan kalau melihat Tanah 108 hektar yang di rampas oleh Kapitalisme Birokrat tempat dimana masyarakat Wouma & Welesi bertani. 
Kapitalisme birokrat mengancam eksistensi kehidupan masyarakat Adat Wouma & Welesi dengan adanya tindakan perampokan Tanah Adat atas kepentingan Pembangunan Kantor Gubernur. Kapitalisme Birokat juga benar - benar menghancurkan relasi sosial mulai dari Struktur masyarakat Adat, klen Suku, Sub Marga dan lebih spesifik lagi dalam keluarga kecil. 

Kapitalisme Brokrat / Intelektual Pelacur seperti Wamendagri  Jhon Wempi Wetipo  dan Anggota MRPP Ismael Asso, mengancam nyawa Masyarakat Wouma dan Welesi demi kepentingan akumulasi modal tanpa menghormati serta menghargai ahli waris Tanah yang sedang mempertahankan Tanah Adat. 

Antek – antek Jakarta yang ada di Papua memang benar tidak ada niat baik bagi masyarakt Hubula lebih khususnya klan Suku Wouma dan Welesi, serta klen suku kerabat yang ada di Hubulama karena dari tindakan agresif menentukan sifat keasliannya benar - benar biadab. Tanah  masyarakat Adat Hubula di rampas paksa108 hektar, itu tanpa ada musyawarah dan mufakat bersama  dengan ahli waris Tanah dari  klan Suku  Wouma & Uelesi, hal itu menyebabkan masyarakat melakukan penolakan penempatan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan. 

Tanah masyarakat Adat Hubula  di rampok oleh Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan, tanpa mempertimbangkan eksistensi kehidupan masyarakat Hubula lebih spesifik dua klen Suku  karena keberlansungan hidup masyarakat Adat pada Tanah, Hutan, dan segala macam potensi sumber daya alam. 

Pejabat Sebentara Gubernur Provinsi Papua Pegunungan juga terlihat arogan dengan pernyataan dan pengambilan Keputusan di media sosial, seolah olah tidak ada masalah penolakan dari masyarakat Adat selaku ahli Waris Tanah . Pernyataan PJ  memang terlihat arogan dan anggap reme dengan penolakan penempatan kantor Gubernur Papua Pegunungan oleh masyarakat dari  klen suku Wouma & Welesi. 
 
Dari sejak awal wacana penempatan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan itu masyarakat Adat pemilik Tanah / Ahli waris Tanah Adat masih eksis melakukan penolakan tetapi antek – antek Jakarta mengambil kebijakan sepihak akhirnya sampai detik ini ada konflik internal antar masyarakat Adat. 

Kalau melihat lokasi penempatan Kantor Gubernur Papua Pegunungan tempat dimana masyarakat setempat bertani untuk bertahan hidup. Dan juga Tanah tersebut Tanah produktivitas Ekonomi tradisional bagi masyarakat dari dua klen Suku. Perampokan Tanah Adat tersebut semua lembaga advokat dan Tokoh Gereja harus menanggapi serius dan mengadvokasi karena eksistensi masyarakat Adat sudah terancam.  

#Kami_Bersama_Masyarakat_Adat
#Hidup_Masyarakat_Adat_Hubula
#Hubula_Bukan_Tanah_Kosong
#Papua_Bukan_Tanah_Kosong
#Tanah_Air_Milik_Kita
#Tutup_Mata_Lawan_Balik 

Minggu, 21 Januari 2024

"Perampokan Tanah Masyarakat Adat Hubula oleh Kapitalisme Birokrat adalah salah satu bentuk kejahatan luar biasa"

"Perampokan Tanah Masyarakat Adat Hubula oleh Kapitalisme Birokrat adalah salah satu bentuk kejahatan luar biasa"

Masyarakat Adat Hubula terancam punah dari mereka Tanah Adatnya sendiri karena praktik kapital Birokrat tidak menghargai harkat & martabat manusia Hubula sedikit-pun, memang priktik seperti ini kejahatan luar biasa yang diciptakan oleh Pemerintah Kolonial Indonesia terhadap masyarakat Adat. 

Orang Hubula menjuluki Tanah sebagai ( Ninagosa ) artinya mama kehidupan, dan kalau melihat Tanah 108 hektar yang di rampas oleh Kapitalisme Birokrat tempat dimana masyarakat Wouma & Uelesi bertani. 
Kapitalisme birokrat mengancam eksistensi kehidupan masyarakat Adat Wouma & Uelesi dengan adanya tindakan perampokan Tanah Adat atas kepentingan Pembangunan Kantor Gubernur. Kapitalisme Birokat juga benar - benar menghancurkan relasi sosial mulai dari Struktur masyarakat Adat, klen Suku, Sub Marga dan lebih spesifik lagi dalam keluarga kecil. 

Kapitalisme Brokrat / Intelektual Pelacur seperti Wamendagri  Jhon Wempi Wetipo  dan Ustad Ismael Asso mengancam nyawa Manusia Wouma dan Uelesu demi kepentingan akumulasi modal tanpa menghormati serta menghargai ahli waris Tanah yang sedang mempertahankan Tanah Adat. 

Antek – antek Jakarta yang ada di Papua memang benar tidak ada niat baik bagi masyarakt Hubula lebih khususnya klan Suku Wio, Uelesi, dan klen suku kerabat yang ada di Hubulama karena dari tindakan agresif menentukan sifat keasliannya benar - benar biadab. Tanah  masyarakat Adat Hubula di rampas 108 hektar itu tanpa ada musyawarah dan mufakat bersama  dengan ahli waris Tanah dari  klan Suku  Wouma & Uelesi, hal itu menyebabkan masyarakat melakukan penolakan penempatan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan. 

Tanah masyarakat Adat Hubula  di rampok oleh Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan, tanpa mempertimbangkan eksistensi kehidupan masyarakat Hubula lebih spesifik dua klen Suku  karena keberlansungan hidup masyarakat Adat pada Tanah, Hutan, dan segala macam potensi sumber daya alam. 

Pejabat Sebentara Gubernur Provinsi Papua Pegunungan juga terlihat arogan dengan pernyataan dan pengambilan Keputusan di media sosial, seolah olah tidak ada masalah penolakan dari masyarakat Adat selaku ahli Waris Tanah . Pernyataan PJ  memang terlihat arogan dan anggap reme dengan penolakan penempatan kantor Gubernur Papua Pegunungan oleh masyarakat dari  klen suku Wouma & Uelesi. 
 
Dari sejak awal wacana penempatan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan itu masyarakat Adat pemilik Tanah / Ahli waris Tanah Adat masih eksis melakukan penolakan tetapi antek – antek Jakarta mengambil kebijakan sepihak akhirnya sampai detik ini ada konflik internal antar masyarakat. 

#Kami_Bersama_Masyarakat_Adat
#Hidup_Masyarakat_Adat_Hubula
#Hubula_Bukan_Tanah_Kosong
#Papua_Bukan_Tanah_Kosong
#Tanah_Air_Milik_Kita
#Tutup_Mata_Lawan_Balik 

Minggu, 10 Desember 2023

Aksi Mimbar Bebas yang dilakukan oleh, Solidaritas Tanpa Batas Papua (STBP) Dengan Tema, Komisaris Tinggi HAM PBB agar segera turun Investigasi Persoalan Pelanggaran HAM di Tanah Papua dan juga dalam rangkah hari HAM sedunia yang berusia ke 75 tahun seluruh umat manusia di dunia memperingati.

Aksi Mimbar Bebas yang dilakukan oleh, Solidaritas Tanpa Batas Papua (STBP) Dengan Tema, Komisaris Tinggi HAM PBB agar segera turun Investigasi Persoalan Pelanggaran HAM di Tanah Papua dan juga dalam rangkah hari HAM sedunia yang berusia ke 75 tahun seluruh umat manusia di dunia memperingati. 


Aksi Mimbar Bebas mulai pukul 08. 00 Wpb di Tugu Universitas Cenderawasih  (Uncen) di kota Jayapura pada 11 Desember 2023.

Pada pukul 09. 31 wbp pihak intelijen Polda Papua, 1 prajurit TNI & intel Polsek Abepura mendatangi lokasi aksi melakukan foto & Video tanpa  izin kepada Korlap maupun kawan-kawan yang sedang menyelenggarakan Aksi Mimbar Bebas. 

Pada pukul 11.34 wbp satu patroli, 1 dalmas dengan jumlah anggota Polisi 21 mendatanggi lokasi aksi Mimbar Bebas membubarkan paksa, Ada pun baliho Dan Panflet lain di rampas. 


Aksi mimbar di selenggarakan dengan tujuan kampanye setiap persoalan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) diatas Tanah Papua dari sejak 1961 sampai Sekarang 2023 yang belum pernah tuntas. Pelanggaran Hak  Politik, Genosida, Ekosida, dan Etnosida yang masif dilakukan oleh Negara Kolonialisme Indonesia. 

Melihat kondisi Papua dari tahun 19 61 sampai sekarang 2023 pelanggaran hak asasi Manusia (HAM), terus di langgengkan oleh pemerintahan kolonialisme indonesia terhadap rakyat Papua. Pelanggaran baik itu hak politik orang Papua, pelanggaran HAM Genosida, Ekosida, Dan Etnosida secara massif dilaksanakan oleh negara Kolonialisme Indonesia, Kapitalisme, dan Imperialisme global.

 Hak politik orang Papua telah menentukan nasib sendiri pada 1 desember 1961 tetapi Negara kolonialisme indonesia dengan nafsu kekuasaa atas Papua barat, mengeluarkan manifesto Politik untuk merebut Papua Barat pada 19 Desember 1961melalui operasi TRIKORA, itu fakta pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) bagi rakyat Papua. Dan Wilayah Papua Barat di caplok kedalam Negera Kesatuan Republik Indonesia itu salah satu bentuk pelanggaran HAM berat yang dilakuakn oleh negara Kolonialisme indonesia  dan pada saat perjanjian New York Agreement untuk menyerahan Papua Barat itu pun  tidak pernah orang Papua  dilibatkan untuk menentukan nasipnya.  Tidak hanya itu tetapi PEPERA pada 1969 juga  dilakukan oleh negara indonesia sangat tidak demokratis karena waktu pelaksanaan PEPERA itu ada tindakan pelanggaran penuh dengan  intimidasi dan terror terhadap orang Papua. Ada banyak pelanggaran genosida secara juga masal dilaksanakan dengan berbagai operasi militer dengan tujuan menduduki Papua Barat. 

 Sejarah telah menyatakan bahwa pada tanggal 10 desember 1948 kovenan Internasional mengesahkan Hak Sipil Politik (SIPOL), namun fakta di Papua terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia secara massif di laksanakan oleh negara Kolonialisme Indonesia dengan kekuatan bersenjata. Ada banyak pelanggaran genosida secara masal juga dilaksanakan dengan berbagai operasi militer dengan tujuan menduduki Papua Barat.Negara kolonialisme indonesia tidak hanya melakukan Pembunuhan, penembakan, penyiksaan, pemenjaraan, dan penyingkiran tetapi juga ada perampokan Sumber Daya Alam milik masyarakat Adat. 

Dengan melihat berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di atas Tanah Papua kami Solidaritas Tanpa Batas Papua (STBP) menyatakan Sikap;

  1.  Kami Solidaritas Tanpa Batas Papua (STBP) mendukung Masyarakat Adat Hubula Klen Suku Wio, Uelesi, dan Assolokobal menolak penempatan Kantor Gubernur Papua Pegunungan dan elit Politik Birokrat hentikan perampokan Adat seluas  108 hektar di Wamena. 

  2. Kami bersama Suku Awyu mengutuk keras terhadap Majelis Hakim yang pimpin Merna Cinthia SH. MH bersama Hakim anggota Yusup Klemen SH dan Donny Poja SH di Pengadilan Tata Usaha Negara atau (PTUN) Jayapura memutuskan menolak gugatan masyarakat Adat Suku Awyu atas izin kelayakan Lingkungan PT. Indo Asiana Lestari. Dan kami mendukung Masyarakat Adat Suku Awyu menolak PT. Indo Asiana Lestari di Boven Digul. 

  3. Kami menolak dan mengutuk keras perampasan Tanah Adat yang terjadi di wilaya Adat Nomblong oleh PT. Permata Nusa Mandiri, serta mendesak Pemerintah Kabupaten Jayapura untuk tutup perusahaan sesuai SK Republik Indonesia No.01/MENLHK/ SETJEN/KUM. 01/01/2022. Sebab PT. PNM masih secara illegal merampas Hutan Adat Masyarakat Namblong seluas 70 hektar januari – juni 2022. 

  4. Kami mendesak kepada KOMNAS HAM RI dan  KOMNAS PEREMPUAN  segara investigasi kasus Pemerkosaan serta Pembunuhan terhadap 2 ibu atas Nama Mama Aminera Kobak dan Ima Selepole di Yahukimo pada 11 oktober 2023 lalu. 

  5. Kami menolak Bandara Antariksa di Biak yang merampas 100 hektar  Tanah  masyarakat Adat, dan kami mendukung penuh masyarakat Adat Biak yang menolak Bandara Antariksa. Dan juga kami menolak sikap Dewan Adat tanding Buatan pemerintah yang hanya memecah bela masyarakat Adat. 

  6. Kami menolak dengan tegas kepada intelektual Biak Nunfor yang  merencanakan  Pemekaran Kabupaten Nunfor, dan kami mendukung sikap Pemuda Adat Nunfor dan masyarakat Adat  yang menolak paket Pemekaran Kabupaten.

  7. Kami mendesak kepada Pemerintah Kolonialisme indonesia agar segera tutup seluruh Perusahaan Asing yang sedang beroperasi Sumber Daya Alam di seluruh Tanah Papua.

  8. Kami mendesak kepada Komisaris Tinggi  HAM PBB agar segara turun ke West Papua untuk investigasi Persoalan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), dan juga pemerintah indonesia segera buka akses untuk jurnalis internasional turun ke West Papua

  9. Militerisme TNI/POLRI kolonial Indonesia  hentikan operasi militer yang hanya menciptakan kejahatan kemanusiaan di Nduga, Maybrad, Intan Jaya, Pengunungan Bintang, Puncak Jaya, Yahukimo, Yapen Waropen, dan seluruh Tanah Papua. 

  10. Negara kolonialisme indonesia segera bertanggung jawab atas  tindakan  TNI/POLRI yang menciptakan 67 ribu warga sipil yang mengungsi di Nduga, Intan Jaya, Yahukimo, Maybrad, Pengunungan Bintang, Kepulauan Yapen, Puncak Jaya, dan pada Umumnya seluruh Tanah Papua. 

  11. Kami menuntut kepada pemerintah Kolonial indonesia segera memberikan Hak Menentukan Nasip Sendiri (HMNS) bagi rakyat Papua sebagai solusi demokratis. 



Demikian Pernyataan Sikap Kami, semoga Allah, Alam, dan Leluhur menyertai kita semua..


Jayapura 11 Desember 2023 



Korlap                  Penanggung Jawab;                                               Ketua STBP 

Melky Ellopere           Varra Iyaba 

Jumat, 08 Desember 2023

*Kilas Balik ULMWP 2019-2023* "Tuhanlah Pemilik dan Nahkoda Utama ULMWP. Kami Hanya Berserah Pada-Mu"

*Kilas Balik ULMWP 2019-2023* 
 "Tuhanlah Pemilik dan Nahkoda Utama  ULMWP. Kami Hanya Berserah Pada-Mu" 
(Markus Haluk, Sekretaris Eksekutif ULMWP)

*I. Pertanyaan Kita tentang ULMWP* 
Pertanyaan kita adalah mengapa ULMWP lahir? Apa yang diperjuangkan dan dicapai oleh ULMWP selama 9 tahun (2014-2023)? Tantangan dan ancaman apa yang dihadapinya? Bagaimana harapan ke depan? 

Sejumlah pertanyaan pemantik ini, akan dijawab secara singkat dan lugas dalam kilas balik 9 tahun lahirnya ULMWP. 

Sekurang-kurangya sesuai catatan kami ada tiga alasan dasar penyebab lahirnya ULMWP pada 2014. Ketiga sebab dimaksud adalah:

1. Terjadinya proses konsolidasi  dan rekonsiliasi internal orang Papua selama (2012-2014). Para tokoh yang terlibat dalam tim ini adalah Kris Dogopia, Sem Awom, Dkk. 

2. Desakan dan permintaan pemerintah Indonesia melalui PM PNG Peter O'Niel di Bali 2013. Dalam pertemuan APEC, 2013 di Bali Presiden SBY saat bertemu PM PNG, Peter Oniel menyampaikan, “Orang Papua secara atministrasi, mereka ber-KTP dan Paspor Indonesia tetapi secara bangsa, sebangsa. Mereka bagian dari Anda. Jadi Suadara tolong bantu saya mempersatukan mereka.”

3. Desakan dan harapan komunitas  internasional khususnya para pemimpin Melanesia. Dalam pertemuan pemimpin MSG di Noumea New Kaledonia pada 2013 dan Port Moresby Juni 2014, mereka menyerukan supaya orang Papua bisa bersatu dalam suatu wadah bersama kemudian melamar ke MSG. 

Ketiga faktor ini menyebabkan orang Papua yang terdiri dari tiga aktor utama orang Papua yakni :

1).  Orang Papua di West Papua, ber-KTP, Paspor Indonesia, 

2). Orang Papua di diaspora (luar Negeri), 

3). Orang Papua yang hari ini angkat senjata. 

Ketiga aktor utama orang Papua tadi ada dalam tiga organisasi pilar perlawanan utama, NFRPB (Negara Federal Republik Papua Barat), PNWP (Parlemen Nasional Papua Barat) dan WPNCL (West Papua National Coalitian for Liberation). Keriga pilar inilah mengikrarkan wadah persatuan  yang bernama ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) melalui deklarasi Saralana pada 6 Desember 2014 di Port Vila Vanuatu. 

Setelah lahirnya ULMWP, rakyat Papua dsei berbagai wilayah dan organisasi menyambutnya dengan baik. Sejumlah pihak menyampaikan, lahirnya ULMWP sebagai kado NATAL terindah. Pernyataan terbuka dan Surat dukungan kepada kepemimpinan ULMWP mengalir dari mana-mana.  

Pada saat yang sama tantangan penolakan ULMWP juga datang. Salah satu orang yang menyatakan menolak adalah tuan Forkorus Yaboisembut, selaku Presiden NFRPB. Melihat penolakan Tuan Forkorua tadi, NFRPB dibawah pimpinan Tuan Edison Waromi selalu PM NFRPB melakukan konsolidasi internal dengan tekatkan komitmen mempertahankan ULMWP sebagai wadah koordinasi Persatuan bangsa Papua.

Sementara Pemeeintah Indonesia sejak lahir hingga memasuki usia ke 9 ini terus melakukan berbagai upaya untuk menghacurkan dan mendegradasi ULMWP. 
DI West Papua Pemerintah Indonesia melalui aparat berupaya membungkam dan melarang ULMWP dalam melaksanakan aksi dan aktivitas. 

Demikian juga di luar negeri Pemerintah Indonesia kerja keras menghadang loby dan diplomasi ULMWP. Contoh kasus terbaru adalah pada pertemuan para Pemimpin MSG  di Vanuatu dimana pemerintah Indonesia bekerja keras supaya ULMWP tidak boleh ada dalam forum MSG sebagai observer maupun anggota MSG.

*II. Kronik ULMWP dari Waktu ke Waktu* 

*ULMWP pada 2014* 

_1. Kronik_ 

Pada 6 Desemmber 2014, di Port Vila Vanuatu, para pihak  orang Papua di West Papua, di Luar Negeri dan di Pertahanan melalui 3 Pilar Menandatangani Deklarasi Saralana. 

Melalui KTT ini telah memilih 5 orang Anggota eksekutif untuk 3 tahun (2014-2017). Kelima anggota dimaksud adalah:

1. Octovianus Mote (NFRPB), Sekjen ULMWP, 

2. Benny Wenda, (PNWP) sebagai Juru Bicara.

3. Rex Rumakiek (WPNCL), anggota.

4. Jacob Rumbiak (NFRPB) anggota.

5. Leoni Tanggahma (WPNCL) anggota.

Pemerintah Vanuatu, Dewan Gereja Pacifik dan Dewan Adat Vanuatu menfasilitasi dan memediasi KTT para pemimpin West Papua. 

 _2. Kelembagaan_ 

Lahirnya ULMWP sebagai wadah pemersatu bangsa Papua, pemilihan 5 anggota Eksekutif dan 3 Dewan Komite ULMWP: NFRPB, WPNCL dan PNWP.

 *ULMWP pada 2015* 

 _1. Kronik_ 

Pada 28 Januari-3 Februari dan 5-6 Febaruari 2015, ULMWP menyelenggarakan Rapat kerja Perdana di Port Vila Vanuatu. Melalui Raker ini ULMWP berhasil menetapkan, By Law ULMWP yang di dalamnya mencakup Visi, Misi, tujuan ULMWP termasuk aturan kerja. Melalui Rapat Kerja ini juga telah memutuskan, Loby diplomasi memulai dari Melanesia. 

Karena itu 5 anggota eksekutif langsung membagi tugas dan beban kerja, Tuan Octo Mote di Fiji, Benny Wenda, PNG, Jacob Rumbiak Solomon Islands, Bapa Rex Kanaky-New Caledonia dan Puan Leoni Tanggahma di Vanuatu. 

Pada 3 Feberuari untuk pertama kalinya secara resmi delegasi ULMWP bertemu PM Vanuatu, Hon. Joe Natuman. Saat bertemu kami menyampaikan garis besar program kerja pada 2015 dan mohon doa restu pemerintah Vanuatu atas rencana pendaftaran ULMWP yang direncanakan pada hari berikutnya. Pada 4 Februari 2023, mendaftarkan ULMWP di Kantor Sekretariat MSG di Port Vila Vanuatu. Delegasi ULMWP disambut hangat direktur MSG dan seluruh stafnya.

Pada pertengahan Februari 2015, di Jayapura West Papua kami telah melakukan pertemuan sebagai lanjutan dari Rapat kerja ULMWP di Vanuatu. Pertemuan ini dipandu oleh Tuan Victor Yeimo. Dalam pertemuan ini 3 Dewan Pendiri ULMWP dari NFRPB, PNWP dan WPNCL memutuskan bentuk tim sosialisasi ULMWP di wilayah West Papua dan Indonesia. 

Pada awal Maret 2015, Sosialisasi terbuka dimulai di Asrama Mahasiwa Rasunawa-UNCEN, Kota Jayapura West Papua.

Buah dari kerja keras 4 bulan, Maret-Juni 2015, pada Juni 2015 di Kota Honiara Salomon Islands, ULMWP di terima sebagai anggota observer di Forum MSG. 

Pada 9 September 2015, para pemimpin Pacifik Islands Forum mengakui masalah Pelanggaran HAM di West Papua dan memutuskan tim pencari fakta yang terdiri dari para Menteri Luar Negri PIF. 

Pada September 2015, 2 Negara angkat masalah Papua di dalam Debat Sidang Umum PBB.

Pada Februari-awal April 2015 ULMWP berpartisipasi membantu dalam bencana Siklon yang melanda Vanuatu. Sumbangan rakyat West Papua terkumpul Rp. 100 juta. Beberapa orang Papua menjadi Korban penembakan aparat Kolonial Indonesia di Yahukimo, 2 orang meninggal dunia pada peristiwa ini. 

Pada April 2015, Markus Haluk selamat dari ancaman perampokan dan pembunuhan oleh kelompok Rascoll di Port Moreby PNG. Mereka merampok semua barang yang dibawa dari kamar rumah salah satu pejuang Papua di Port Moresby. 

Pada bulan yang sama tuan Benny Wenda di deportasi dari Port Moresby ke Australia. Peristiwa pelanggaran HAM yang paling mengemuka adalah peristiwa paniai berdarah pada 8 Desember 2014, 2 hari setelah ULMWP lahir di Port Vila Vanuatu. 

Selain itu ada beberapa peristiwa pelanggaran terjadi di sejumlah tempat di West Papua. 
 _2. Kelembagaan ULMWP_ 

ULMWP secara defakto Dinah-kodai oleh 5 anggota Eksekutif dan diawasi oleh 3 Dewan Komite/Pendiri ULMWP: NFRPB, PNWP dan WPNCL.

*ULMWP Pada 2016* 

 _1. Kronik_ 

Pada akhir Januari-awal Februari 2023, ULMWP melaksanakan Rapat Kerja ULMWP di Honiara Solomon Islands. Dalam program kerja ULMWP memutuskan beberapa program srategis diantaranya: 

1). Keanggotaan Penuh ULMWP di MSG, 

2). Loby diplomasi ke Pacifik dan internasional, 

3). Menunjuk 3 orang Tim kerja di dalam Negeri yakni; Markus Haluk (NFRPB), dengan tugas menyiapkan laporan, data dan fakta materi Loby-Diplomasi ULMWP, 2). Victor Yeimo, mengorganisir sosialisasi, konsolidasi dan aksi massa mendukung ULMWP untuk keanggotaan penuh MSG. 3). Semuel Awom, konsolidasi Budaya dan menggalang dukungan Solidaritas Indonesia untuk West Papua.

Pada 15 Februari 2016, Peresmian dan pemberkatan Kantor ULMWP di Wamena West Papua. Beberapa tempat di Merauke dan Fakfak juga membuka kantor penghubung ULMWP.

Pada Februari 2016, ULMWP menghadiri Negotiation Peace Building dan dilanjutkan dengan pertemuan Rapat terbatas membahas agenda strategi internal ULMWP.

Pada Juni 2016, dilakukan pertemuan khusus para pemimpin MSG di Honiara dengan agenda utama membahas situasi West Papua dan keanggotaan ULMWP di MSG. Hasil pertemuannya adalah para pemimpin MSG, menyepakati Kriteria keanggotaan MSG. 

Di Hawai Honolulu AS, dengan bantuan Negara-negara Melanesia terutama Vanuatu dan Solomon Island sebagai ketua MSG membantu ULMWP dalam mengembangkan dukungan Internasional, diawali dari seluruh pasifik Selatan kecuali Australia yang tergabung dalam PICWP (Pacific Island Cualition on West Papua). Dari Pacific, ULMWP menggalang dukungan ke negara negara Karibia dan Africa serta Latin Amerika. 

Pada Juni 2016 di Honiara Solomon Islands, ULMWP melakukan evuasi dan membahas beberapa program kerja strategis.

Pada Juli 2016, di Pophen Federasi Republik Micronesia para pemimpin PIF memutuskan  akan mendorong dialog masalah Papua dengan pemerintah Indonesia. 

Pada September 2016, untuk pertama kalinya 7 Negara angkat masalah West Papua dalam Debat Majelis Umum PBB di New York AS. 

Pada Desember 2017, ULMWP hadiri pertemuan para Menlu MSG di Kantor Sekretariat MSG dan sekalian melakukan evaluasi program kerja ULMWP 2016. 

Pada kurun waktu mulai dari Maret-Desember 2016, lebih dari 5.000 orang ditangkap, beberapa dari mereka diproses hukum. Beberapa orang lainnya mengalami pemukulan, penyiksaan, pembunuhan termasuk anak dibawah umur. 

Aksi ini dimobilisasi oleh KNPB dan beberapa organisasi perlawanan. Pada kurun waktu yang sama, ULMWP menghidupkan dukungan dari Civil Society, pemuda, Musisi dan gereja di seluruh Pasifik.

_2. Penguatan Kelembagaan ULMWP_ 

Seperti tahun sebelumnya, ULMWP secara defakto dinakodai oleh 5 anggota Eksekutif dan 3 Dewan Komite/Pendiri ULMWP. Perubahan terjadi adanya penambahan 3 orang anggota Tim Kerja utusan PNWP (Victor Yeimo), NFRPB (Markus Haluk) dan WPNCL (Semuel Awom).

*ULMWP pada 2017* 

_1. Kronik_ 

Pada Maret 2017, Vanuatu dan Solomon Islands mewakili 7 Negara Pacifik mengangkat masalah West Papua di dalam Debat Sidang Dewan HAM PBB.  Pada saat yang sama, dilakukan _Site Events_ para pendukung West Papua dari berbagai kalangan, lembaga dan beberapa Negara Pacific di Jenewa. Mereka membicarakan advokasi masalah West Papua di kancah Intertnasional.

Pada September 2017, 4 negara perwakilan dari Melanesia, Polinesia, Micronesia dan Caribia mengangkat masalah Papua dalam Debat Sidang Umum PBB di New York Amerika Serikat. Pada kurun waktu ini, Pimpinan Eksekutif ULMWP, bertemu dan melakukan pertemuan dengan para pemimpin Dunia, yang memiliki pengaruh strategis. 

Pada Agustus 2017 para Pemimpin PIF pertemuan di Samoa. Dalam komunikenya mereka tetap menyampaikan keprihatinan atas situasi Pelanggaran HAM di West Papua dan  akan menjalin dialog masalah Papua dengan pemimpin Indonesia.

Pada September 2017, Tuan Benny Wenda selaku Juru Bicara ULMWP didampingi Bapa Rex Rumakiek, anggota Eksekutif ULMWP bertemu dan menyerahkan Petisi 1,8 juta kepada ketua Comite Decolonisasi dalam pertemuan tidak resmi.  Pada saat itu mereka sepakati tidak dipublikasi kepada publik tetapi telah dipublikasikan pada sejumlah media. Maka buntut dari publikasi waktu itu, Ketua C-24 mengundurkan dari  posisinya.

Akhir November-1 Desember 2017 dilakukan KTT I ULMWP. Melalui KTT I, sesuai dengan By Law ULMWP yakni kepemimoinan bergilir maka kepemimpinan ULMWP dari tuan Octovianus Mote kepada tuan Benny Wenda.

Terjadi penambahan 1 anggota eksekutif dari PNWP, Oridek Ap. Melalui KTT ini BY Law ULMWP ditingkatkan menjadi Konstitusi. ULMWP dari wadah koordinasi ditingkatkan dengan berasaskan Trias Polika: Komite Legislatif (3 orang anggota), Komite Yudikatif (3 orang anggota) dan Komite Eksekutif (6 orang anggota). 

_2. Penguatan Kelembagaan_ 

Kepemimpinan Baru ULMWP hasil KTT I 2017. Eksekutif dari 5 orang menjadi 6 orang dan Legislatif dan Yudikatif masing-masing 3 orang.

*ULMWP pada 2018* 

_1. Kronik_ 
Pada awal Februari 2018, ULMWP menyelenggarakan Rapat Kerja di Port Vila Vanuatu. Melalui Rapat kerja, struktur eksekutif khusus untuk kerja strategis di West Papua dibentuk 7 Biro, masing-masing Biro 1. Pertahanan dan keamanan, 2. Biro Politik, 3. Biro Soisal Budaya, 4. Biro Lingkungan Hidup, 5. Biro Keuangan, 6. Hukum dan HAM dan 7. Pemberdayaan Perempuan dan ditambahkan 1 kepala Kantor Koordinasi.  

Dari Port Vila Vanuatu, kami Delegasi ULMWP semua menghadiri pertemuan MSG di Port Moresby PNG. Dalam sejarah MSG dan ULMWP, Delegasi ULMWP disambut secara protocol Negara sama seperti anggota MSG lainnya. Para pemimpin MSG memutuskan Kriteria keanggotaan MSG. Maka para pemimpin meminta Diretktur Sekretariat MSG untuk memproses keanggotaan ULMWP di MSG terhitung 3 bulan sejak pernyataan dibacakan.

Indonesia melakukan loby keras untuk menghambat keanggotaan ULMWP di MSG melalui DC MSG. Mereka membawa delegasi DC MSG dan Sejumlah Staf 4x ke Jakarta tanpa agenda yang jelas. Akibatnya sejak Februari 2018-Agutus 2023 proses keanggota ULMWP di MSG digantung.

Pada Maret-April 2018, ULMWP menggalang dukungan Solidaritas untuk Bencana alam di PNG.

Sumbangan Dana langsung diantar kepada pemerintah oleh Tuan Markus Haluk dan Mama Yosepa Alomang kemudian didampingi oleh Puan Vani Kogoya dan Tuan Nicson Uisur.

Pada April 2018, setelah pertemuan anggota negara-negara  persemakmuran UK, Menteri Luar Negeri Vanuatu, Ralph Regenvanu dengan Ketua Eksekutif ULMWP Benny Wenda menandatangani kerja sama, penggunaan Protokol Vanuatu untuk menggalang dukungan loby-diplomasi. 

Pada April 2018, Tuan Benny Wenda mengeluarkan surat pemecatan kepada Octovianus Mote. Akibatnya  dalam kerja-kerja loby dan diplomasinya sebagai wakil ketua eksekutif ULMWP tidak laksanakan. NFRPB sebagai pilar pengusung Tuan Octovianus Mote tetap mempertahankannya sampai dengan KTT II ULMWP.

Pada September 2018, di Nauru para pemimpin PIF mememutuskan keterlibatan konstruktif Negara-negara anggota PIF dengan Indonesia. Mereka juga prihatin dengan situasi HAM di Papua dan melanjutkan dialog dengan cara-cara terbuka dan konstruktif. 

Pada September 2018, dalam debat sidang umum PBB, 2 negara mengangkat masalah West Papua. 

Pada November 2018, dilakukan evaluasi ULMWP di Port Vila Vanuatu. Dari 6 anggota eksekutif hanya 2 orang saja (tuan Benny Wenda dan Rex Rumakiek) yang menghadiri evaluasi ULMWP.

_2. Penguatan Kelembagaan ULMWP_ 

Trias Politikal, Eksekutif, Legislatif, Yudikacatif. Untuk eksekutif dibantu 7 Biro dan 1 kepala kantor yang semuanya bekerja di West Papua. 

Pada Maret 2018, untuk pertama kalinya Legislatif ULMWP menyelenggarakan Sidang Legislatif dan menyetujui program kerja ULMWP dan membentuk Komite Aksi ULMWP. Melalui sidang ini, istilah kepala kantor dirubah menjadi Direktur Eksekutif ULMWP di West Papua. 

*ULMWP pada 2019* 

_1. Kronik_ 

Pada 2019 tidak dilakukan Rapat Kerja ULMWP seperti tahun-tahun sebelumnya. Tetapi program dari tahun 2018 diteruskan dan kerjakan pada 2019.  

Pada Maret 2019 dilakukan Sidang Komite Legislatif di Jayapura. Dalam sidang legislatif memutuskan melanjutkan program kerja eksekutif. Sejumlah program yang disusun oleh Biro-biro diakomidir dan disetujui oleh legislative.

Pada Juli 2019, ULMWP memfasilitasi terbentuknya WPA (West Papua Army). WPA dibentuk, sebagai wadah koordinasi para pemimpin pertahanan dari TPN/OPM, TPNPB, TNPB, TRWP.

Pada 11-15 Agustus 2019, dilaksanakan pertemuan Pacifik Islands Forum di Tuvalu. Para pemimpin PIF, seperti sebelumnya tetap menyampaikan keprihatinan atas situasi HAM di West Papua. Mereka meminta kunjungan komisi Tinggi Dewan HAM PBB ke West Papua.

Selama Agustus-September 2019, terjadi aksi perlawanan rakyat West Papua dalam melawan rasisme sistemik Indonesia. Hampir semua kota di West Papua rakyat turun aksi. Demikian juga aksi solidaritas di sejumlah kota di Indonesia dan internasional. 

Menyikapi aksi massa rakyat Papua, Presiden Indonesia Joko Widodo bersedia berdialog dengan kelompok pro refrensum. Ketua eksekutif ULMWP, Benny Wenda menyampaikan 4 syarat berunding. Tidak ada komunikasi nyata. Momentum ini terlewat dan dimanfaatkan oleh BIN (Badan Intelijen Negara) dengan memfasilitasi 61 orang kelompok LMA.  

Pada September 2019, pada debat sidang umum PBB, 1 Negara mengangkat masalah West Papua. 

Pada pertengahan Desember, di Naerobi Kenya  ACP (Afrika Caribea dan Pacifik) yang beranggotakan 79 Negara melakukan pertemuan. Para pemimpin ACP menyerukan semua pihak untuk melindungi dan menegakan HAM dan bekerja untuk mengatasi akar penyebab konflik dengan damai dan mendorong Indonesia dan Komisi Tinggi PBB bidang HAM memberikan laporan berdasarkan tentang situasi HAM sebelum pertemuan PIF berikutnya pada 2020.  

Pada akhir  Desember 2019, Evaluasi ULMWP di Port Moresby PNG. Setelah evaluasi dilakukan Konfrensi Tingkat Tinggi Luar Biasa I tetapi NFRPB menolak KTTLB I ini. Melalui KTTLB, status kepengurusan di tingkatkan dimana sebutan ketua ditingkatkan Presiden dan seterusnya, demikian juga sebutan Biro ditingkatkan menjadi Departemen. 

_2. Penguatan Kelembagaan ULMWP_ 

Trias politaka. Penambahan dari 7 Departemen menjadi 10 Departemen. Pembentukan West Papua Army. KTTLB, peningkatan status kepengurusan ULMWP.

*ULMWP pada 2020* 

_1. Kronik_ 

Program kerja dari 2019 hendak dikerjakan pada 2020 tetapi karena pandemic Covid 19, agenda loby dan diplomasi tidak berjalan. Sejumlah forum reginional Melanesia, Pacifik, ACP juga tidak ada pertemuan. 

Pada pertengahan November 2020 di Jayapura West Papua, dilaksanakan Sidang Komite Legislatif ULMWP. Melalui sidang Komite legislative, tanpa  adanya draf materi Undang-Undang, pimpinan Legislatif menetapkan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) United Liberation Movemen for West Papua. 

Beberapa hari kemudian, di Jayapura West Papua telah dibentuk Panitia KTT II ULMWP dan Panitia Khusus (Pansus) ULMWP. Setelah Pansus melaksanakan pertemuan pararel membahas draf UUDS, pada 28 November 2020 melalui KTTLB II pimpinan Legislatif menetapkan rancangan UUDS, memperpanjang kepengurusan Trias Polika ULMWP dan memperpanjang kerja Pansus Undang-Undang Turunan.

Pada 1 Desember 2020, Tuan Benny Wenda, selaku Presiden Eksekutif ULMWP mengumumkan Pemerintahan Sementara secara sepihak tanpa diketahui oleh anggota eksekutif yang lain dan pimpinan komite Legislatif dan Yudikatif ULMWP. Pada saat yang sama juga  mengumumkan diri sebagai, Presiden Sementara.

_2. Kelembagaan ULMWP_ 

Sidang Komite Legislatif, KTTLB II, UUDS, perpanjang Trias Politika, Pansus UU Turunan dan pengumuman sepihak Pemerintahan Sementara serta Presiden Sementara. 

*ULMWP pada 2021* 

_1. Kronik_ 
Masih pandemi Covid, agenda program kerja tidak jalan baik di West Papua dan luar negeri. Pertemuan dimaksimalkan melalui pertemuan zoom. 

Pada Mei 2021, Presiden Eksekutif ULMWP Tuan Benny Wenda mengumumkan Tuan Matias Wenda sebagai Panglima West Papua Army.

Ditengah situasi Pandemi, Pemerintah Kolonial memaksakan perpanjangan Otsus Jilid II. Terjadi aksi protes penolakan dengan mobilisasi rakyat yang dimotori oleh PRP (Petisi Rakyat Papua). 

Pada Mei 2021, tuan Victor Yeimo ditangkap oleh Tim Cartenz Damai di Jayapura West papua.

Pada November 2021, diluncurkan  Green State Vision di Norwegia. 
Pada September 2021, 1 Negara mengangkat masalah West Papua dalam Debat Sidang Umum PBB.

_2. Kelembagaan ULMWP_ 

Pengumuman Green State Vision dan pengumuman Panglima WPA. Sebutan Departemen diganti dan mulai menggunakan sebutan Menteri. 

*ULMWP 2022* 

_1. Kronik_ 

Setelah Covid 19, situasi mulai normal. Tuan Presiden Eksekutif untuk pertama kalinya ke Melanesia, khususnya di Vanuatu. 

Di West Papua, PRP mulai mengorganisir aksi tolak Pemekaran Provinsi di sejumlah wilayah di West Papua. Aparat Kolonial Indonesia meresponnya anarkis. 

Pada Juni Penjajakan Jenewa I tentang perlu tidaknya negosiasi dimulai di Jenewa Swiss. Pada Agustus 2022 Penjajakan Jenewa II dilakukan dimana mulai mucul pentingnya Jeda Kemanusiaan di West Papua. Pada November 2022, Penjajakan Jenewa III dilakukan, dimana para pihak menandatangani Nota Jeda Kemanusiaan di salah satu wilayah (Maibrat) di West Papua. 

Pada September 2022, satu Negara mengangkat masalah West Papua dalam debat sidang umum PBB.
Pada awal Desember 2022, Sekjen Dewan Gereja Sedunia, Dr. Peter Proove sebagai salah satu fasilitator pertemuan Tim Jeda Kemanusiaan, mengunjungi West Papua dan bertemu sejumlah pihak. 

Pada pertengahan Desember 2022, Panitia telah menginisiasi Pra KTT ULMWP di Jayapura West Papua. Para pihak yang hadir penuh antusias menyampaikan pandangan, keprihatinan tetapi juga harapan serta rekomendasi  konstruktif  tentang penyelamatan ULMWP sebagai rumah bersama.

_2. Kelembagaan ULMWP_ 

Tidak ada perubahan yang signifikan. Rekomendasi Pra KTT, ULMWP wadah koordinasi dan kepemimpinan di Tanah Air West Papua.

*ULMWP 2023* 

_1. Kronik_ 

Pada awal Februari 2023, Komnas HAM secara sepihak menarik diri dari kesepakatan Jeda Kemanusiaan. 

Pada pertengahan Februari 2023 penyanderaan Pilot Susi air oleh Panglima Kodap III Ndugama, Bgrigadir Jenderal Egianus Kogeya. 

Pada pertengahan Februari-awal April 2023, 6 orang melakukan Tour Melanesia dengan misi, loby keanggotaan ULMWP di  MSG dan persiapan pelaksanaan KTT II ULMWP. Pada waktu yang bersamaan tuan Presiden Eksekutif ULMWP melakukan tour loby di Melanesia dengan misi yang sama. 

Pada 23-24 Agustus 2023 Pertemuan para pemimpin MSG di Port Vila Vanuatu. Keanggotaan ULMWP di MSG ditunda. Para pemimpin MSG memberikan waktu selama 10 bulan, kepada Indonesia untuk mengijinkan Komisi Tinggi HAM PBB ke West Papua.

Pada 22, 26-Agustus 3 September 2023, KTT II ULMWP. Melalui KTT II ULMWP memutuskan, mentapkan dan mengesahkan UUD 2023 ULMWP, mendemisionerkan kepengurusan ULMWP 2017-2023, mengangkat dan menetapkan kepemimpinan Baru ULMWP periode 2023-2028 dan program kerja. 

Pada 10-12 November 2023, dilakukan Pra-Rapat Kerja ULMWP. Melalui Raker, mempertajam 8 klaster program kerja dan sejumlah hal strategis lainnya.
Pada 20 November 2023 dilaksanakan diskusi bersama tentang penguatan ULMWP yang diinisasi oleh forum netral.

Pada 20 November 2023, Kongres I Pemerintahan Sementara yang diinisiasi oleh Buctar Tabuni Cs. Kongres ini secara legal formal ULMWP merupakan inkonstitusional. 

Pada akhir Desember 2023, pelaksanaan Rapat Kerja ULMWP untuk periode 2023-2028.

 _2. Kelembagaan ULMWP_ 

Trias Polika, 4 Badan adhoc, Pengesahan UUD ULMWP, Kepemimpinan dan 8 klaster program kerja.


*III. Bagaimana ULMWP Ke depan* 

1) ULMWP tetap dirawat, dipelihara sebagai wadah koordinasi persatuan nasional Papua yang terdiri dari orang Papua di West Papua, di Luar Negeri dan Pertahanan. 

2) Ke depan dilakukan pertemuan secara kontinyu serta membenahi koordinasi serta komunikasi dengan internal organisasi ULMWP dan organisasi Pendiri ULMWP, organisasi pendukung, kelompok LSM, Pimpinan Gereja, akademisi, Mahasiswa, tokoh Adat dan Agama di Papua.

3) Dilakukan koordinasi dan konsolidasi secara kontinyu dengan kelompok pendukung Papua di Indonesia khususnya Front Rakyat Indonesia untuk West Papua, para akademisi, mahasiswa dan NGO di Jakarta.

4) Koordinasi itensif dengan berbagai pihak di Regional Melanesia, Pacifik dan dunia internasional dalam rangka mendukung perjuangan ULMWP bagi Hak Penentuan Nasib Sendiri. 

5) Mohon dukungan doa dan partisipasi secara langsung dalam kepemimpinan kami 2023-2028. Jangan bertanya apa yang saya dapatkan atau kami dapatkan dari ULMWP tetapi bertanya pada diri masing-masing apa yang kami bisa berikan, kerjakan melalui ULMWP untuk selamatkan orang Papua yang sisa ini sebelum habus dibinasakan oleh pemerintah Kolonial Indonesia.

 *IV. Penutup* 

Demikian kilas balik ULMWP selama 9 tahun ini dapat kami sampaikan. Selamat memperingati 9 Tahun HUT ULMWP ke-9. Merefleksikan perjalanan 62 tahun bangsa Papua dan 9 tahun bersama ULMWP, hanya satu kalimat yang saya bisa ungkapkan “Tuhanlah Sesungguhnya pemilik dan nahkoda utama  ULMWP. Kami hanya berserah padda-Mu.”
 Jayapura, West Papua 6 Desember 2023