Sabtu, 07 Oktober 2023

Hentikan praktik Perampasan Tanah Masyarakat Adat Hubula.

"Perampasan Tanah Masyarakat Adat Hubula oleh Kapitalisme Birokrat adalah salah satu kejahatan luar biasa"
Kondisi hari ini Tanah masyarakat Adat Suku Hubula dari 3 klen yaitu Wio, Uelesi, dan Assolokobal  dirampas paksa oleh   Kapitalisme Birokrat demi kepentingan untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan di Daerah Otonomi Baru (DOB).
 Kapitalisme Birokrat memang benar – bebenar mengancam eksistensi kehidupan masyarakat Adat dari relasi sosial, corak produksi tradisional, Obat - obatan tradisional, Sumber Pengetahuan Adat, tempat – tempat sakral, dan tempat ritual Adat Suku Hubula. 

Masyarakat Adat terancam punah dari mereka punya Tanah Adat sendiri karena praktik kapital Birokrat tidak menghargai harkat & martabat manusia Hubula sedikit-pun, memang priktik seperti ini kejahatan luar biasa terhadap masyarakat Adat. Orang Hubula menjuluki Tanah sebagai (Ninagosa) artinya mama kehidupan, dan kalau melihat Tanah 108 hektar yang di rampas oleh Kapitalisme Birokrat tempat dimana masyarakat bertani. Kapitalisme Birokat juga tidak menyadari kalau mereka sedang menghancurkan relasi sosial mulai dari Struktur Adat, klen Suku, Sub Marga dan lebih spesifik lagi dalam keluarga kecil. 

Kapitalisme Brokrat / Intelektual Pelacur seperti Wamendagri  Jhon Wempi Wetipo  dan Ustad Ismael Asso mengancam nyawa Manusia dan Alam semesta demi kepentingan akumulasi modal tanpa menghormati serta menghargai nilai kemanusiaan. 

Antek – antek Jakarta yang ada di Papua memang benar tidak ada niat baik bagi masyarakt Hubula lebih khususnya klan Suku Wio, Uelesi, dan Assolokobal  karena dari tindakan agresif menentukan sifat keasliannya. Tanah  masyarakat Adat Hubula di rampas 108 hektar itu tanpa ada masyawarah dan mufakat bersama  dengan ahli waris Tanah dari 3 klan Suku yaitu Wio, Uelesi, dan Assolokobal, hal itu menyebabkan masyarakat melakukan penolakan penempatan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan. 

Tanah masyarakat Adat Hubula  di rampas oleh Wakil Mentri Dalam Negeri  Jhon Wempi Wetipo, tanpa mempertimbangkan eksistensi kehidupan masyarakat Hubula karena keberlansungan hidup masyarakat pada Tanah, Hutan, dan segala macam potensi sumber daya alam. 

Pejabat Sebentara Gubernur Provinsi Papua Pegunungan juga terlihat arogan dengan pernyataan pernyataan di media sosial, seolah olah tiadak ada masalah penolakan dari masyarakat Adat selaku ahli Waris Tanah . Pernyataan PJ  memang terlihat arogan dan anggap reme dengan penolakan penempatan kantor Gubernur Papua Pegunungan oleh masyarakat dari 3 aliansi klen yaitu Wio, Uelesi, dan Assolokobal. 
 
Dari sejak awal wacana penempatan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan itu masyarakat Adat pemilik Tanah / Ahli waris Tanah Adat masih melakukan penolakan tetapi antek – antek Jakarta mengambil kebijakan sepihak akhirnya sampai detik ini ada konflik internal antar masyarakat. Karena kebijakan sepihal  itu juga  masyarakat Adat hubula klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal terkonsolidasi dan masih eksis melakukan perlawanan terhadap Kapital Birokrat yang melanggengkan perampasan hak - hak Masyarakat Adat. 

Masyarakat Adat Hubula  dari 3 klen Suku masih  melakukan penolakan penempatan kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan dengan berbagai cara, misalnya masyarakat melakukan Aksi demonstrasi, Jumpa Pers, Audency dengan pemerintah, Pemalangan di lokasi, dan Melakukan Ritual Adat sebagai tanpa larangan perampasan Tanah Adat sesuai kepercayaan orang Hubula di Lembah Agung.  

Hubula Bukan Tanah Kosong !
Tetapi Ada penghuni selaku ahli waris Tanah yaitu kulit hitam, rambut keriting, ras negroid, dan rumpun melanesia. Itulah ahli waris tanah Leluhur yang dirampas paksa 108 hektar oleh kapital birokrat boneka jakarta berada di Papua. Ahli waris Tanah Suku Hubula klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal masih eksis melakukan penolakan terhadap ologarki yang merampas hak - haknya sampai detik ini.

Menurut kepercayaan masyarakat Adat Hubula, Tanah Hubula sebagai sumber kehidupan, Sumber Kemakmuran, Sumber kesejahteraan, dan Tanah merupakan mama (Ninagosa) yang selalu sediakan makanan buat kita masyarakat Adat. 
Masyarakat Adat Hubula  juga sangat membutuhkan dukungan solidaritas dari berbagai elemen rakyat memiliki nilai kemanusiaan untuk melakukan perlawanan terhadap kapital birokrat yang selalu merampas Tanah Adat mereka. 

Oleh: Aktivis GempaR Papua 
Varra Iyaba 





0 komentar:

Posting Komentar