Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat Papua (GempaR-Papua)
Hari Internasional Rakyat Pribumi
9 AGUSTUS 2022
“HUTAN PAPUA BUKAN UTANG NEGARA”
Hari Internasional Rakyat Pribumi yang diperingati setiap tanggal 9 Agustus, sejak tahun 2007 hingga tahun 2022 ini, merupakan momentum masyarakat Adat di seluruh dunia untuk meningkatkan kesadaran akan kebutuhan serta perlindungan hak-hak dasar manusia sebagaimana yang termaktub dalam Hukum Internasional, disamping hak dasarnya terhadap lingkungan hutan, warisan kebudayaan yang melekat pada masyarakat adat tanpa deskriminasi.
Dalam sejarahnya, Hari Rakyat Pribumi telah diperjuangkan sebagai kekuatan oleh rakyat Amerika Latin sejak 1984, dan baru pada tahun 1994, Hari masyarakat adat se dunia di putuskan oleh majelis umum PBB pada tanggal 23 desember 1994 dalam resolusi 49/214 pada tanggal 9 Agustus. Itulah momen awal ketika masyarakat Pribumi bertemu dengan sub komisi PBB dalam membahas perlindungan masyarakat adat diseluruh dunia. Dan, Sidang Pleno ke 107 Majelis Umum PBB pada 13 September 2007, akhirnya ditetapkan sebagai Hari Internasional Masyarakat Pribumi, dan telah diatur dalam Konvensi Internasinal Labor Organization (ILO) No. 169 sejak tahun 1989.
Hingga kini terdapat 370 juta penduduk pribumi yang tersebar di 90 negara, dengan 7000 bahasa dengan 5000 ragam budaya di seluruh dunia. 1,6 milyar masyarakat pedesaan sampai tingkat tertentu bergantung pada hutan. Satu milyar dari 1,2 milyar masyarakat yang miskin sekali bergantung pada sumber daya hutan untuk seluruh atau sebagian sumber penghidupannya. 240 juta masyarakat sebagian besar hidup dalam ekosistem hutan. 300 - 350 juta masyarakat amat bergantung pada hutan dan tinggal di dalam atau berdekatan dengan hutan lebat yang menjadi tumpuan subsistensi dan pendapatan mereka. Diperkirakan ada sekitar 500 juta masyarakat yang tergantung pada hutan, di mana 200 juta di antaranya adalah masyarakat adat.
Di Indonesia ada 70 juta jiwa yang terdiri dari 1100 suku dengan 718 bahasa. Indonesia mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepnjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan republic Indonesia, yang di atur dalam pasal 18B ayat 2 uud 1945 tentang masyarakat adat, UU. No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, serta UU Otsus Pasal 38 ayat (2) – Perlindungan Hutan Adat, Pasal 43 ayat (4) Tentang Ijin HGU dari Masyarakat Adat, dan Pasal 59 ayat (3) – Kesehatan Gratis.
HUTAN PAPUA, BUKAN UTANG NEGARA
Lahirnya Hari Masyarakat Adat Internasional, bukan hanya sebatas momentum seremonial bagi Orang Papua. Kami (GempaR-Papua), telah mendorong peringatan hari tersebut sejak 2017, sebagai penyebaran kesadaran kepada orang Papua yang terdampak kerusakan lingkungan akibat investasi, untuk melawan balik dan mempertahankan eksistensi hutan, alam, tanahnya sebagai hak waris yang di berikan ALLAH, Alam dan Leluhur demi hidup bebas di atas Tanahnya sendiri. Tanggal 9 Agustus 2022 ini, tidak hanya di Peringati di Papua tapi di seluruh dunia, dengan tema Umum yaitu: “Peran Perempuan Adat dalam Pelestarian dan Transmisi Pengetahuan Tradisional”.
Sesuai dengan tema Umumnya, kami bersolider dan mendukung Penuh Sikap Organisasi Perempuan Adat (ORPA) yang mendorong perlindungan Adat Wilayah Namblong Genyem dari Ancaman Investasi PT. Permata Nusa Mandiri yang merampas 32.000 hektar lahan Adat, juga Perempuan yang bergabung dalam Aliansi Masyarakat Tambrauw dalam menolak Investasi 120.000 hektar PT. Nuansa Lestari Sejahtera. Serta semua Perempuan Adat Papua yang hari bergerak bersama rakyat Papua pada umumnya melawan segala bentuk kejahatan perampasan Tanah Adat atas nama pembangunan dan ekonomi, di Byak, Merauke, Wamena, Timika, dan wilayah Papua lainnya.
Sejak tiga tahun lalu, Presiden Indonesia pada Maret 2019 mengatakan “…Tutup Mata Beri Ijin Investasi…siapa yang menghalangi tumpas…!” Indonesia lalu menerbitkan Undang-Undang Omnimbus Law 2020 (UU No. 11 Tahun 2020), dan dideregulasikanya UU Otsus Jilid II (UU No. 2 Tahun 2021), serta Pemekaran 3 Provinsi di Tanah Papua pada Juli 2022. Peristiwa dalam 3,5 tahun terakhir tersebut adalah rangkaian manifesto Negara untuk SIAP merampas tanah Adat Rakyat Papua tanpa kompromi. Bukan sembarang pernyataan, sebab berbagai pemerhati lingkungan Papua telah mengeluarkan data, bahwa perampasan tanah Adat Papua telah mencapai 29 juta hektar, dengan 16 Perusahaan Besar: Baik Tambang, Perusahaan Hak Pengelolaan hutan dan Sawit, di Papua. Dengan artian bahwa Luas Hutan Papua yang tersisa dari target Investasi adalah 13 juta hektar, dari total 42 juta hektar Luas Hutan Adat Papua.
Sebagai catatan: Masa kepempimpinan Presiden Jokowi telah menimbulkan 2.291 kasuus dengan 41 tewas dan 546 orang di aniaya, serta 51 tertembak karena konflik agrarian di Indonesia.
Di Papua, ada dihuni 162 suku yang tersebar dari Sorong-Merauke (DAP), dengan keaneka-ragaman, mulai dari 20 jenis pohon dengan 80% adalah hutan tropis, ada 160 ribu jenis serangga, 6 ribu jenis mamalia. Semuanya sedang terancam, dengan hadirnya Daerah Otonomi Baru (DOB), Papua Selatan, Papua Pegunungan Tengah dan Papua Tengah, serta Provinsi Saireri, yang didalamnya sedang di dorong Food Estate (FE) yang digencarkan secara bersamaan (sejak 2021), dengan luas targetkan FE mencapai 705.100 hektar diseluruh Tanah Papua. Yang tujuan Indonesia jelas, keluar dari Jurang Krisis Ekonomi dan Juga Krisis Pangan Global - Krisis Pangan Dunia yang sedang melanda 60 Negara di dunia termasuk Indonesia.
Di tengah krisis pangan internal Negara, Indonesia masih saja berniat mengekspor dua Juta Ton Beras Ke China, Arab dan Brunei yang tujuan politik ekonominya Jelas yaitu 705.100 hektar luas food Estate, hal itu diperjelas oleh Kementan Suwadi pada rapat bersama Komisi IV DPR RI.
Olehnya, dengan tegas kami nyatakan: “Hutan Papua Bukan Utang Negara!” Arti tersebut dalam pandangan kami bahwa semua bentuk perampasan Tanah Adat Orang Papua adalah kepentingan ekonomi dan Investasi Indonesia untuk melunaskan utang Indonesia. Sebab, dalam beberapa waktu terakhir, Indonesia melobi berbagai Negara Asia Timur untuk membahas invetasi.
PANGGILAN SOLIDARITAS: SELAMATKAN HUTAN PAPUA, BAGI KEADILAN IKLIM DUNIA
Krisis Iklim Itu Nyata, kita tidak memiliki banyak waktu untuk menyelamatkan bumi dari ancaman pemanasan global dan tenggelamnya pulau-pulau kecil. Perubahan Iklim yang begitu esktrem disertai dengan pengrusakan ekosistem tanpa control oleh kapitalis global mendorong peningkatan suhu bumi, dan berubahnya tatanam iklim dunia (pancaroba).
1000 orang meninggal di Portugal dan Spanyol pada juli 2022 tahun ini, ketinggian ait laut yang meningkat 20 cm setiap tahunnya. Kebakaran Hutan di sepanjang Amerika-Kanada, Eropa dan Afrika, meluasnya Wabah Covid-19 yang ratusa juta manusia tewas, serta Cacar Monyet merupakan bukti bahwa Krisis Iklim begitu dekat, kerusakan ekosistem begitu nyata dan tak terkontrol, serta hilangnya fungsi ekosistem dan keseimbangan kehidupan antara manusia dan alamt akibat dari pola ekspansi kapitalis global.
Ditengah krisis Iklim Dunia, Papua yang adalah benteng terakhir hutan tropis dunia, (setelah Amazon dan Kongo) justru sedang terancam. Sebab dalam beberapa tahun terakhir, hutan Papua terus dirusak tanpa perlindungan dan keadilan hukum bagi masyarakat Adat Papua yang mencoba mempertahankan tanah adatnya. Dalam enam bulan terakhir, 1.700 hektar luas lahan Papua di rampas pada 5 perusahaan Food Estate di Papua. Disamping tersisanya 13 juta hektar sisa, yang sedang dipertahankan oleh masyarakat adat Papua. Bersamaan dengan tingginya pelanggaran HAM yang ditimbulkan oleh militer Indonesia karena melindungi kepentingan investasi.
Bersamaan dengan situasi tersebut, kami mendorong panggilan solidaritas bagi masyarakat adat luas, dimulai dari Masyarakat Adat Namblong di Kabupaten Jayapura yang melawan PT. Permata Nusa Mandiri, juga Masyarakat Adat Tambrauw yang melawan PT. Nuansa Lestari Sejahtera, Masyarakat Adat Byak yang melawan Pembangunan Bandara Antariksa, Masyarakat Adat Malind yang melawan perluasan Food Estate di Merauke, serta seluruh masyarakat adat yang saat ini berdiri melawan segala bentuk perampasan Tanah Adat, atas nama Ekonomi, Investasi dan Pembangunan (Daerah Otonomi Baru) yang justru membawa kehancuran masa depan bangsa dan Tanah Adat orang Papua.
Kami menyampaikan sikap solidaritas kami, terhadap Masyarakat Adat di Wadas Jawa Tengah yang melawan perampasan tanah atas nama pembangunan nasional Indonesia, Masyarakat Adat di Kalimantan Timur yang hari melawan perampasan Tanah Adat atas nama Pembangunan Ibu Kota Negara Indonesia, serta seluruh masyarakat Indonesia yang terdampak investasi atas nama pembangunan.
Kami menyampaikan solidaritas kami terhadap masyarakat Adat di Filipina dan Myanmar yang hari ini melawan kediktatoran, juga masyarakat adat di Pasifik Tonga, Hawai yang terdampak pencemaran laut akibat Latihan perang oleh Amerika dan Sekutunya.
Kami menyapaikan satu pesan yang sama kepada seluruh masyarakat Adat dunia bahwa “Kami melawan, kami menjaga tanah. Kami Menjaga Tanah, Kami Menyelamatkan Bumi”
Penutup
Sebagai sikap kami Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat Papua (GempaR-Papua), dalam rangka memperingati Hari Internasional Rakyat Pribumi pada 9 Agustus 2022. Kami menyatakan sikap:
Menolak dan Mengutuk Perampasan Tanah Adat yang terjadi di Wilayah Adat Namblong, oleh PT. Permata Nusa Mandiri. Serta mendesak Pemerintah Kabupaten Jayapura, untuk meninjau Kembali Hutan Adat Masyarakat Namblong yang telah dioperasikan seluas 70 hektar sejak Januari-Juni 2022 dan segera menutup perusahaan tersebut sesuai SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No: SK.01/MENLHK/ SETJEN/ KUM.1/1/2022.
Mengutuk dan Menolak PT. Nuansa Lestari Sejahtera, yang sedang merusak 1650 hektar Tanah Adat Masyarakat Kebar di Tambrau, dengan rincian 550 hektar di Distrik Kebar Timur, 550 Hektar di Distrik Kebar Tengah, dan 550 Hektar di Distrik Kebar Barat;
Mengutuk Pemerintah Daerah Kabupaten Tambrauw yang selama ini menjadi kaki tangan PT. Nuansa Lestari Sejahtera, dalam merusak tatanan masa depan masyarakat Adat Tambrauw. Serta mendesak Pemda Kab. Tambrauw untuk mencabut MoU Kerjasama dengan PT. NLS. Serta MENDESAK Pemerintah Kabupaten Tambrauw agar SEGERA mengakui Hak Masyarakat Adat sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Tambrauw No. 5 Tahun 2018, serta menjungjung tinggi nilai Hutan Adat Tambrauw sebagai wilayah konservasi sejak tahun 2011. Guna menghentikan intervensi Investasi Perusahaan manapun yang hanya merusak masa depan Hutan Adat serta Tatanan Sosial Masyarakat Adat Tambrauw.
Menolak Rancangan Pembangunan Bandara Antariksa Biak, yang mengeksploitasi 100 Hektar Lahan Adat Masyarakat Adat Byak. Dan mendukung penuh sikap Masyarakat Adat Suku Byak, serta menolak Dewan Adat Tandingan Buatan Pemerintah yang hanya memecah bela rakyat Adat Papua di Byak.
Menolak Rancangan Daerah Otonomi Baru (DOB), Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan Tengah, serta usulan paksa Pemerintahan Daerah Biak tentang Kepulauan Pulau Utara (Saireri).
Menolak Deregulasi Undang-Undang Otonomi Khusus 21 Tahun 2001, menjadi UU. 2 Tahun 2021, yang merupakan praktek kolonisasi dan anti demorasi sebab mengabaikan protes rakyat Papua melalui Petisi Rakyat Papua (PRP) Tolak Otonomi Khusus Jilid II.
Pemerintah Indonesia segera memberikan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi Rakyat Papua sebagai Solusi Demokratis, demi keadilan Iklim Dunia serta mengakhiri pengrusakan satwa, lingkungan hidup, hutan dan Mayarakat Adat Papua.
Mendukung Penuh Sikap Masyarakat Adat di Filipina dan Myanmar dalam melawan kekuasan dictator yang korup dan anti demokrasi. Serta mendukung Sikap Masyarakat Adat di India
Atas Nama Satu Bangsa, Satu Lautan dan Satu Perjalanan, kami mendukung penuh sikap Rakyat Pasifik di Hawai, Tonga, dan Kanaki dalam melawan penghentian Pembangunan Pangkalan Militer serta Latihan Perang oleh Amerika dan Sekutu yang berdampak pada eksistensi Rakyat Pribumi, ekosistem laut dan kerusakan iklim.
Atas Nama Kemanusiaan dan Keadilan Iklim Dunia, kami menyerukan sikap yang sama dengan seluruh rakyat tertindas dunia untuk mendesak Kapitalis dan Imperialisme Global (Amerika-Rusia) segera hentikan Perang dan Alutista yang hanya merusak keseimbangan iklim dunia.
Demikian Pernyataan sikap kami, atas nama Allah, Alam dan Leluhur Orang Papua serta semangat rakyat Pribumi di seluruh dunia kami sampaikan terima kasih.
Port Numbay, 9 Agustus 2022
Tertanda,
Sekretaris Jenderal
Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat Papua
GempaR-Papua
Nelius Wenda
PAPUA BUKAN TANAH KOSONG
HUTAN PAPUA BUKAN UTANG NEGARA
CLIMATE JUSTICE
0 komentar:
Posting Komentar