This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 17 November 2023

Aliansi Mahasiswa Dan Rakyat Papua Selatan melakukan aksi Mimbar Bebas di Tugu Libra Merauke, pada Pukul 8.00 pagi pihak Kepolisian polres Merauke menangkap 20 orang Pada Sabtu 18 November 2023.

Aliansi Mahasiswa Dan Rakyat Papua Selatan melakukan aksi Mimbar Bebas di Tugu Libra Merauke,  pada Pukul 8.00 pagi pihak Kepolisian polres Merauke menangkap 20 orang Pada Sabtu 18 November 2023.
20 orang Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiwa dan rakyat Papua selatan (AMPERA) PS, ditangkap polisi saat aksi mimbar bebas dengan tuntut Hukum Telah Mati bagi Masyarakat Adat suku Awyu di Boven Diegol.
Mereka masih ditahan  Reskrim Polres Merauke Papua.Berikut,nama-nama yang di tahan adalah:

1 . Eliron Kogoya
2. Yoram Oagai
3. Emynce  perempuan
4. Elias Thackon
5. Ambros Nit
6. Fidel Bengga
7. Natalis Buer
8. Petrus Buer
9. Dadiel Magai
10. Robertus Meanggi
11. Yohanes Tegie
12. Alex Boby 
13. Martinus Magai
14.paulus Madai
,15. Simri Tabuni
16. Boas Wegi
17. Dorus 
18. Kosmas Kossay
19. Yulianus Tigi
20. Yulius Tani

Melihat dengan tindakan penegakan hukum oleh Kepolisian dengan cenderung melindungi segala bentuk kejahatan kemanusiaan terhadap masyarakat Adat Papua, dan Hukum terlihat jelas melindungi aktor kejahatan. Jika negara Kolonialisme indonesia menghargai konstitusi maka atas nama konstitusi bebaskan 20 orang yang di tangkap. 

Mohon Advokasi dari semua pihak atas nama kemanusiaan.

Minggu, 12 November 2023

Menyikapi Dugaan pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap dua ibu di Yahukimo pada 11 Oktober 2023 SAKTPP mengadakan diskusi publik di halaman kantor ELSHAM Papua.

Solidaritas Anti kekerasan Terhadap Perempuan Papua [SAKTPP]
Menyikapi Dugaan pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap dua ibu di Yahukimo pada 11 Oktober 2023 SAKTPP mengadakan diskusi publik di halaman kantor ELSHAM Papua.
Diskusi publik terbuka tersebut dilakukan salah satu bentuk desakan lanjutan karena tanggal 11 November Hari Sabtu 2023 genap satu bulan pelaku belum diungkap oleh kepolisian di Yahukimo.

Pembunuhan keji terhadap dua ibu berstatus pengungsi tersebut kepolisian terkesan membiarkan. Solidaritas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Papua SAKTPP sudah melaporkan kasus ini ke LBH Papua sebagai pembela dan memberikan surat kuasa. Selanjutnya SAKTPP bersama keluarga bersama kuasa hukum LBH melaporkan Komnas HAM perwakilan Papua, melaporkan DPRP dan Komanas Perempuan namun sampai saat ini belum mengungkapkan pelaku.
Untuk itu desakan lanjutan SAKTPP mengadakan diskusi publik dengan menghadirkan narasumber dari LBH dari Komnas HAM perwakilan Papua Aktivis Perempuan Papua dan keluarga korban.
Dalam diskusi publik tersebut Frist Ramendei selaku ketua Komnas HAM Papua mengatakan sampai sekarang Komnas HAM belum bentuk tim investigasi karena ada aturan yang mengatur bawah Komnas HAM daerah tidak punya kewenangan.

Komanas HAM menilai kasus Yahukimo merupakan kejadian luar biasa namun kami belum turun ke Yahukimo, kami Konas sudah terima pengaduan dan kami masih konsisten tegas Frist Ramandei dalam diskusi publik.
Sementara itu Aktivis Perempuan Papua Vero Hubi mengatakan perempuan Papua rentan mengalami kekerasan seksual fisik maupun verbal Karena kontruksi paradigma berpikir belum tuntas. Paradigma berpikir kontruksi penindasan Secara struktur oleh pengusa dan paradigma berpikir patriarki masih melihat perempuan sebagai manusia kelas dua di masyarakat.
Untuk itu melawan penindasan penindasan terhadap perempuan Papua harus hancurkan konstruksi penindasan yang di desain kepentingan penguasa dan patriarki dalam masyarakat. Karena selama patriarki belum dihancurkan dan konstruksi struktural secara sistematis masif oleh kolonialisme dan kapitalisme belum dihancurkan penindasan terhadap perempuan akan selalu ada 
Patriarki memposisikan perempuan bekerja di wilayah domestik juga mempengaruhi konsolidasi perlawanan perempuan berdiri bersama dengan laki-laki setara melawan penindas kolonialisme juga menjadi masalah bagi perempuan Papua.
Sementara keluarga korban Anike Kossay mengatakan kami keluarga meminta kepolisian segera mengungkapkan pelaku Pembunuhan sangat keji terhadap dua ibu di Yahukimo.

Polisi sendiri pergi evakuasi korban bawah ke rumah sakit dan ada pemeriksaan namun sampai saat ini belum mengungkapkan pelaku. Polisi segera menangkap pelaku dan adili pelaku dengan hukum sepatasnya.
Sementara itu koordinator solidaritas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Papua SAKTPP Ana Bunai mengatakan kami solidaritas akan terus melakukan desakan selama Pelaku belum dianggap. Ana juga mendesak Komnas HAM perwakilan Papua komnas perempuan bentuk tim investigasi segera turun ke Yahukimo karena kasus ini sudah satu bulan.
Diskusi publik dilakukan pada pukul 15.00-18.30 tersebut dipadu oleh moderator sekaligus juga ditunjuk sebagai koordinator oleh solidaritas Manu Vara Iyaba.

Diskusi yang dipandu Vara tersebut  dilakukan dalam suasana penuh hikmah dan persaudaraan. Banyak kritik saran dan masukan serta pertanyaan dari peserta diskusi publik kepada Komnas HAM dan perwakilan Aktivis Perempuan menjadi narasumber terkait kekerasan terhadap perempuan Papua.
Akhir dari diskusi publik koordinator solidaritas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Papua SAKTPP Ana Bonai membacakan pernyataan sikap bersama. Ketua Komnas HAM perwakilan Papua Frits Ramandei juga menyampaikan komitmennya untuk mendorong kasus ini secara bersama.
Berikut Pernyataan sikap solidaritas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Papua SAKTPP.

PERNYATAAN SIKAP
1. Dengan Tegas Kami Mendesak Kepada DPRP Provinsi Papua, segera menegaskan kepada TNI-POLRI dan TPNPB untuk menerapkan prinsip-prinsip Gonvensi Jenewa tahun 1949 khususnya untuk perlindungan masyarakat sipil di tengah konflik 
2. Kami mendesak dengan tegas kepada PMI dan Pemerintah Daerah Kab. Yahukimo untuk memenuhi hak hidup bagi pengungsi dari konflik bersenjata di Kab. Yahukimo
3. Dengan tegas kami mendesak kepada Kapolda Papua dan Kapolres Yahukimo untuk segera mengungkapkan Pelaku yang melakukan kekerasan seksual dan membunuh dua orang ibu di Yahukimo pada 11 Oktober 2023 lalu 
4. Kami mendesak dengan tegas kepada Komnas HAM RI untuk segera membentuk Tim Investigasi dan turun ke Yahukimo guna mengungkapkan Pelaku kekerasan seksual dan membunuh kedua ibu di kota Dekai
5. Kami mendesak kepada Ketua DPRP segera membentuk TIMSUS kemanusiaan untuk menangani persoalan pengungsi dan mengungkapkan pelaku kekerasan seksual dan pembunuhan terhadap dua orang ibu di Yahukimo
6. Kami mendesak kepada komisi I DPRP menggunakan fungsi pengawasan DPR untuk mengawasi kinerja kerja KOMNAS HAM RI dan mendesak untuk melakukan investigasi terhadap pemerkosaan dan pembunuhan kedua ibu di Yahukimo
7. Kami mendesak kepada Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan Papua untuk mendorong Polda Papua Polres Yahukimo dan Komnas HAM RI untuk memenuhi hak atas keadilan bagi dua orang ibu korban kekerasan seksual dan pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku 

Demikian Pernyataan Sikap Solidaritas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Papua [SAKTPP]

Anna Bunai
Koordinator SAKTPP 

Jayapura, 11 November 2023

Sabtu, 04 November 2023

HUT (GempaR-Papua) yang ke-10, di depan Tugu Universitas Cenderawasih (Uncen) Abepura Jayapura Pada 4 November 2023.

HUT Gerakan Mahasiswa Pemuda & Rakyat Papua (GempaR-Papua) yang ke-X, di depan Tugu Universitas Cenderawasih (Uncen) Abepura Jayapura Pada 4 November 2023. 
Dalam rangka memperingati HUT GempaR Papua yang ke-X  mengadakan Panggung Seni tersebut di isi dengan berbagai acara seperti orasi, puisi, nyanyian. Adapun baliho dan pamflet-pamflet dengan tulisan tulisan kritis yang bersifat advokatif terhadap masyarakat adat. 

Dalam kesempatan (HUT-GempaR Papua yang Ke-X), ada beberapa organisasi Perlawanan menghadiri untuk memperingati bersama  yaitu KNPB & FIM-WP. Kemudian dalam kesempatan itu ada salah satu orator anggota KNPB Gerson Pigay, menyatakan sikap bahwa "PEPERA dilakukan pada 1969 adalah cacat moral & Cacat Hukum, segera melakukan PEPERA/REFERENDUM ulang bagi Bangsa Papua"
"Ujarnya, Kami juga tegaskan terhadap negara kolonialisme Indonesia bahwa hentikan praktik diskriminasi, marginalisasi, penghisapan, Eksploitasi diatas Tanah Papua" 

"Salah satu Anggota FIM_WP menyatakan sikap bahwa Pendidikan Kolonialisme Indonesia berikan menjadi gerbang Penindasan, tidak demokratis, dan tidak kritis bagi Rakyat Papua. Maka gerakan Perjuangan di Tanah Papua harus memberikan penyadaran serta mendidikan rakyat tertindas dengan pendidikan kritis & demokratis"

"Perwakilan dari Solidaritas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Papua juga Menyatakan sikap, bahwa Kapolres & Kapolda Papua segera Ungkapkan Pelaku Pemerkosaan serta Pembunuhan terhadap 2 ibu di Yahukimo"
" Ujarnya, KOMNAS HAM RI & KOMNAS HAM PEREMPUAN Perwakilan Papua agar segera Investigasi Pembunuhan terhadap 2 Ibu atas nama Ima Selepole & Aminera Kabak" 

Panggung Seni tersebut di adakan guna memberikan spirit perlawanan serta mengadvokasi publik kondisi rakyat Papua yang terpuruk akibat perampasan tanah adat, kekerasan militer , konflik bersenjata yang menyebabkan pengungsian, kekerasan seksual, Pembunuhan dalam skala besar di atas Tanah Papua. 

Dalam kesempatan Pangun Seni itu Pada pukul 10.00 WP aparat Kepolisian resor Abepura  mendatangi menggunakan 1 mobil patroli yang beranggotakan 8 orang berseragam lengkap dan 1 anggota berpakaian preman dan 2 anggota intel yang menggunakan motor klx, dan Mereka mendatangi lokasi Aksi Pangun Seni dengan tujuan mempertanyakan Aksi.


Ada beberapa pernyataan sikap GempaR-Papua yang sampaikan dalam Pangun Seni sebagai berikut:

1.) Kami GempaR-Papua mendukung aliansi masyarakat Suku Wouma, Uelesi, Assolokobal yang melakukan penolakan penempatan kantor Gubernur Papua Pegunungan di lahan produksi masyarakat yang seluas 108 haktar. 
2.) Kami GempaR-Papua bersama suku awyu mengutuk keras terhadap Majelis  Hakim yang dipimpin Merna Cinthia  SH MH bersama hakim anggota Yusup Klemen SH dan Donny Poja SH Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Jayapura memutuskan menolak gugatan masyarakat adat Suku Awyu atas izin kelayakan lingkungan PT Indo Asiana Lestari yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu atau DPMPTSP Papua. Putusan itu dibacakan dalam sidang di Kota Jayapura pada Kamis (2/11/2023).
3.) Menolak dan Mengutuk Perampasan Tanah Adat yang terjadi di Wilayah Adat Namblong, oleh PT. Permata Nusa Mandiri. Serta mendesak Pemerintah Kabupaten Jayapura, untuk segera menutup perusahaan tersebut sesuai SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No: SK.01/MENLHK/ SETJEN/ KUM.1/1/2022. Sebab PT. PNM masih secara illegal, merampas Hutan Adat Masyarakat Namblong seluas 70 hektar sejak Januari-Juni 2022.
4.) Kami Mendesak kepada KOMNAS HAM RI  & KOMNAS PEREMPUAN segera investigasi kasus Pemaerkosaan Serta Pembunuhan terhadap 2 ibu atas nama, Ima Selepole & Aminera Kabak di Yahukimo pada 11 oktober 2023. 
Menolak dan Mengutuk PT. Nuansa Lestari Sejahtera, yang sedang merusak 1650 hektar Tanah Adat Masyarakat Kebar di Tambrau, dengan rincian 550 hektar di Distrik Kebar Timur, 550 Hektar di Distrik Kebar Tengah, dan 550 Hektar di Distrik Kebar Barat; 
5.) Mengutuk Pemerintah Daerah Kabupaten Tambrauw yang selama ini menjadi kaki tangan PT. Nuansa Lestari Sejahtera, dalam merusak tatanan masa depan masyarakat Adat Tambrauw. Serta mendesak Pemda Kab. Tambrauw untuk mencabut MoU Kerjasama dengan PT. NLS. Serta MENDESAK Pemerintah Kabupaten Tambrauw agar SEGERA mengakui Hak Masyarakat Adat sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Tambrauw No. 5 Tahun 2018, serta menjungjung tinggi nilai Hutan Adat Tambrauw sebagai wilayah konservasi sejak tahun 2011. Guna menghentikan intervensi Investasi Perusahaan manapun yang hanya merusak masa depan Hutan Adat serta Tatanan Sosial Masyarakat Adat Tambrauw.
6.) Menolak Rancangan Pembangunan Bandara Antariksa Biak, yang mengeksploitasi 100 Hektar Lahan Adat Masyarakat Adat Byak. Dan mendukung penuh sikap Masyarakat Adat Suku Byak, serta menolak Dewan Adat Tandingan Buatan Pemerintah yang hanya memecah bela rakyat Adat Papua di Byak.
7.) Menolak Rancangan Daerah Otonomi Baru (DOB), Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan Tengah, serta usulan paksa Pemerintahan Daerah Biak tentang Kepulauan Pulau Utara (Saireri).
8.) Menolak Deregulasi Undang-Undang Otonomi Khusus 21 Tahun 2001, menjadi UU. 2 Tahun 2021, yang merupakan praktek kolonisasi dan anti demorasi sebab mengabaikan protes rakyat Papua melalui Petisi Rakyat Papua (PRP) Tolak Otonomi Khusus Jilid II, dengan 122 Organisasi dan 718.179 suara Tolak Otsus.
9.) Pemerintah Indonesia segera memberikan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi Rakyat Papua sebagai Solusi Demokratis, demi keadilan Iklim Dunia serta mengakhiri pengrusakan satwa, lingkungan hidup, hutan dan Mayarakat Adat Papua sebagai satu kesatuan Masyarakat Adat Dunia.
10.) Mendukung Penuh Sikap Masyarakat Adat di Filipina dan Myanmar dalam melawan kekuasan dictator yang korup dan anti demokrasi. Serta mendukung Sikap sama kepada Masyarakat Adat di India.
11. )Atas Nama Satu Bangsa, Satu Lautan dan Satu Perjalanan, kami mendukung penuh sikap Rakyat Pasifik di Hawai, Tonga, dan Kanaki dalam melawan penghentian Pembangunan Pangkalan Militer serta Latihan Perang oleh Amerika dan Sekutunya, yang berdampak pada eksistensi Rakyat Pribumi, ekosistem laut dan kerusakan iklim.
12.) Atas Nama Kemanusiaan dan Keadilan Iklim Dunia, kami menyerukan sikap yang sama dengan seluruh rakyat tertindas dunia untuk mendesak Kapitalis dan Imperialisme Global (Amerika-Rusia) segera hentikan Perang dan Alutista yang hanya merusak keseimbangan iklim dunia. 

Demikian Pernyataan sikap kami, atas nama Allah, Alam dan Leluhur Orang Papua serta semangat rakyat Pribumi di seluruh dunia kami sampaikan terima kasih. 

Port Numbay 4 September 2023

1. KORLAP UMUM; JHON PUSOP
2. WAKOLAP; MANU YOHAME 
3. SEKJEN GempaR Papua 
(Samuel Womsiwor)

Senin, 30 Oktober 2023

SUKU HUBULA DI AMBANG KEHANCURAN

SUKU HUBULA DI AMBANG KEHANCURAN
Siapakah Suku Hubula ? 
Suku Hubula merupakan salah satu suku yang berada di topografi wilayah adat lapago lebih tepatnya di kabupaten Jayawijaya- Provinsi Papua Pegunungan. 
Suku Hubula Merupakan front persatuan  yang di bentuk oleh para leluhur orang Hubula berdasarkan Sub etnik, Antropologi dan Geografi. Tujuannya adalah untuk mengklasifikasikan subsuku/klan secara holistis dan komprehensif dalam mencapai kedamaian, keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Hubula yang komunal. 

Suku Hubula di kelilingi suku suku kerabat lainnya seperti Suku Yally, Walak, Lanny, Nduga. Suku Hubula sendiri merupakan wadah yang menaungi beberapa sub suku/klan misalnya Asso-Lokobal, Huby-Kossi, Logo-Mabel dan masih banyak lagi sub suku/klan yang terklasifikasi dalam Suku Hubula. 

Suku Hubula tidak mempunyai struktur adat dan kepemimpinan yang terhirarki secara umum macamnya; kepala suku umum hubula, Tanah adat, Hutan adat, Air adat dan segala macam hak wilayah yang bersifat kepemilikan suku Hubula.

Di Wilayah Suku Hubula yang mempunyai hak wilayah atas tanah, hutan, air, udara adalah sub suku/klan yang terklasifikasi dalam suku Hubula yang disebutkan seperti di atas tadi; Asso-Lokobal, Huby-Kossi, Logo-Mabel dll. 

Masyarakat Suku Hubula pertama kali melakukan kontak dengan orang asing pada Pada akhir tahun 1909, sampai awal tahun 1910 dengan tim ekspedisi yang di pimpin oleh H.A Lorentz Archbold 1938-1939, Tahun 1944/1945 Akhir Peran Dunia II Di bawah pimpinan Jenderal Douglas MacArthur juga dengan Para Missionaris Christian And Missionary Alliance (CAMA) Pdt. Einar Michelson dan Lloyd van Stone Pada 20 April 1954, Kemudian kontak dengan Pemerintah Belanda pada 10 Desember 1956 dan Pemerintah indonesia pasca aneksasi melalui Trikora 19 Desember 1961 sampai sekarang. ( Agus A. Alua) 

Mengapa Suku Hubula di Ambang Kehancuran ? 

Pasca pepera 1969 yang di selenggarakan di teritorial west papua, Khususnya di Hubula (Wamena) yang di lakukan secara musyawarah mufakat dengan tidak menjunjung mekanisme dari PBB melalui "One Man One Vote".

Penulis Oleh: Erwin Lokobal, Aktivis Solidaritas Tanpa Batas Papua (STBP)

Kamis, 12 Oktober 2023

Jayapura, GempaR Papua - PerampokanTanah Adat Hubula oleh antek - antek Jakarta yaitu, Wakil Mentri Dalam Negeri Jhon Wempi Wetipo dan Ustad Ismael Asso.

Jayapura, GempaR Papua -PerampokanTanah Adat Hubula oleh antek - antek Jakarta yaitu, Wakil Mentri Dalam Negeri Jhon Wempi Wetipo dan Ustad Ismael Asso.
Diskusi Publik pada hari kamis 12 Oktober 2023 oleh Gerakan Mahasiswa Pemuda & Rakyat Papua (GempaR Papua) di asrama Nayak 1 Kamkey Abepura Jayapura, tentang perampasan Tanah Masyarakat Adat Hubula klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal di Wamena. 

Diskusi Ini ada beberapa narasumber yaitu dari Pandangan Hukum oleh Direktur LBH Papua, Pandangan Politik oleh Ketua 1 KNPB Pusat Warpo Sampari Wetipo, Pandangan Korban oleh Kk Benyamin Lagowan. 
Dalam Diskusi Publik GempaR Papua ini menyimpulkan bahwa tindakan perampokan Tanah Adat Hubula 108 hektar, ini merupakan kejahatan kemanusiaan dilakukan oleh Elit Politik Birokrat begraun Kapitalisme mafia.

Kondisi hari ini Tanah masyarakat Adat Suku Hubula dari 3 klen yaitu Wio, Uelesi, dan Assolokobal  dirampas paksa oleh   Kapitalisme Birokrat demi kepentingan untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan di Daerah Otonomi Baru (DOB).
 Kapitalisme Birokrat memang benar – bebenar mengancam eksistensi kehidupan masyarakat Adat dari relasi sosial, corak produksi tradisional, Obat - obatan tradisional, Sumber Pengetahuan Adat, tempat – tempat sakral, dan tempat ritual Adat Suku Hubula. 

Masyarakat Adat terancam punah dari mereka punya Tanah Adat sendiri karena praktik kapital Birokrat tidak menghargai harkat & martabat manusia Hubula sedikit-pun, memang priktik seperti ini kejahatan luar biasa terhadap masyarakat Adat. Orang Hubula menjuluki Tanah sebagai (Ninagosa) artinya mama kehidupan, dan kalau melihat Tanah 108 hektar yang di rampas oleh Kapitalisme Birokrat tempat dimana masyarakat bertani. Kapitalisme Birokat juga tidak menyadari kalau mereka sedang menghancurkan relasi sosial mulai dari Struktur Adat, klen Suku, Sub Marga dan lebih spesifik lagi dalam keluarga kecil. 

Kapitalisme Brokrat / Intelektual Pelacur seperti Wamendagri  Jhon Wempi Wetipo  dan Ustad Ismael Asso mengancam nyawa Manusia dan Alam semesta demi kepentingan akumulasi modal tanpa menghormati serta menghargai nilai kemanusiaan. 

Antek – antek Jakarta yang ada di Papua memang benar tidak ada niat baik bagi masyarakt Hubula lebih khususnya klan Suku Wio, Uelesi, dan Assolokobal  karena dari tindakan agresif menentukan sifat keasliannya. Tanah  masyarakat Adat Hubula di rampas 108 hektar itu tanpa ada masyawarah dan mufakat bersama  dengan ahli waris Tanah dari 3 klan Suku yaitu Wio, Uelesi, dan Assolokobal, hal itu menyebabkan masyarakat melakukan penolakan penempatan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan. 
Tanah masyarakat Adat Hubula  di rampas oleh Wakil Mentri Dalam Negeri  Jhon Wempi Wetipo, tanpa mempertimbangkan eksistensi kehidupan masyarakat Hubula karena keberlansungan hidup masyarakat pada Tanah, Hutan, dan segala macam potensi sumber daya alam. 

Pejabat Sebentara Gubernur Provinsi Papua Pegunungan juga terlihat arogan dengan pernyataan pernyataan di media sosial, seolah olah tiadak ada masalah penolakan dari masyarakat Adat selaku ahli Waris Tanah . Pernyataan PJ  memang terlihat arogan dan anggap reme dengan penolakan penempatan kantor Gubernur Papua Pegunungan oleh masyarakat dari 3 aliansi klen yaitu Wio, Uelesi, dan Assolokobal. 
 
Dari sejak awal wacana penempatan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan itu masyarakat Adat pemilik Tanah / Ahli waris Tanah Adat masih melakukan penolakan tetapi antek – antek Jakarta mengambil kebijakan sepihak akhirnya sampai detik ini ada konflik internal antar masyarakat. Karena kebijakan sepihal  itu juga  masyarakat Adat hubula klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal terkonsolidasi dan masih eksis melakukan perlawanan terhadap Kapital Birokrat yang melanggengkan perampasan hak - hak Masyarakat Adat. 

Masyarakat Adat Hubula  dari 3 klen Suku masih  melakukan penolakan penempatan kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan dengan berbagai cara, misalnya masyarakat melakukan Aksi demonstrasi, Jumpa Pers, Audency dengan pemerintah, Pemalangan di lokasi, dan Melakukan Ritual Adat sebagai tanpa larangan perampasan Tanah Adat sesuai kepercayaan orang Hubula di Lembah Agung.  

Hubula Bukan Tanah Kosong !
Tetapi Ada penghuni selaku ahli waris Tanah yaitu kulit hitam, rambut keriting, ras negroid, dan rumpun melanesia. Itulah ahli waris tanah Leluhur yang dirampas paksa 108 hektar oleh kapital birokrat boneka jakarta berada di Papua. Ahli waris Tanah Suku Hubula klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal masih eksis melakukan penolakan terhadap ologarki yang merampas hak - haknya sampai detik ini.

Menurut kepercayaan masyarakat Adat Hubula, Tanah Hubula sebagai sumber kehidupan, Sumber Kemakmuran, Sumber kesejahteraan, dan Tanah merupakan mama (Ninagosa) yang selalu sediakan makanan buat kita masyarakat Adat. 
Masyarakat Adat Hubula  juga sangat membutuhkan dukungan solidaritas dari berbagai elemen rakyat memiliki nilai kemanusiaan untuk melakukan perlawanan terhadap kapital birokrat yang selalu merampas Tanah Adat mereka. 

Dengan melihat eksistensi masyarakat Adat Hubula terancam punah maka kami Gerakan Mahasiswa Pemuda Dan Rakyat Papua (GempaR Papua) menyatakan sikap;

1. Negara Kolonialisme indonesia hentikan melakukan praktik perampokan Tanah 108 hektar milik masyarakat Adat Papua pada khususnya Tanah masyarakat Suku Hubula Klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal.
2. Negara Kolonialisme hentikan teror masyarakat Adat Suku Hubula klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal dengan mengunakan kekuatan militer TNI / POLRI tanpa melakukan pendekatan kemanusiaan. 
3. Antek - antek boneka jakarta yang ada di Papua seperti Wakil Mentri Dalam Negeri Jhon Wempi  Wetipo & Ustad Ismael Asso, hentikan mengatas namakan Masyarakat Adat Wio, Uelesi, dan Assokokobal  melakukan penyerahan Tanah 108 hektar terhadap Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan.
4. Penjabat Sebentar Gubernur Provinsi Papua Pegunungan Nikolaus Kondomo S.H, M.Si, hentikan mengekuarkan pernyataan provokatif & memfitna masyarakat Adat yang masih eksis mempertahankan Tanah Adat Uelesi, Wio/Wouma, dan Assolokobal.
5. Elit politik birokrat begraun Kapital hentikan menciptakan konflik diantara sesama masyarakat Adat Wio, Uelesi, dan Assolokobal dengan kepentingan jabatan. 
6. Bebaskan masyarakat Adat dengan Tanah Airnya dari Cengkraman Penjajahan Kolonialisme Indonesia agar masyarakat Adat juga bisa hidup seperti bangsa bangsa lain dunia.
7. Negara Kolonialisme Indonesia segera Tuntaskan setiap rentetan Pelanggaran HAM diatas Tanah Papua dari sejak 19 Desember 1961 terjadinya pencaplokan wilayah Papua kedalam Indonesia.
8. Jika Negara tidak mampu menyelesaikan Pelanggaran HAM berat, maka Berikan Hak Penentuan Nasip Sendiri agar Bangsa Papua menentukan nasipnya sendiri tanpa bergantung kepada Kolonialisme Indonesia.

#HUBULA_BUKAN_TANAH_KOSONG!
#PAPUA_BUKAN_TANAH_KOSONG!
#TANAH_AIR_MILIK_KITA!
#TUTUP_MATA_LAWAN_BALIK!




Sabtu, 07 Oktober 2023

Hentikan praktik Perampasan Tanah Masyarakat Adat Hubula.

"Perampasan Tanah Masyarakat Adat Hubula oleh Kapitalisme Birokrat adalah salah satu kejahatan luar biasa"
Kondisi hari ini Tanah masyarakat Adat Suku Hubula dari 3 klen yaitu Wio, Uelesi, dan Assolokobal  dirampas paksa oleh   Kapitalisme Birokrat demi kepentingan untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan di Daerah Otonomi Baru (DOB).
 Kapitalisme Birokrat memang benar – bebenar mengancam eksistensi kehidupan masyarakat Adat dari relasi sosial, corak produksi tradisional, Obat - obatan tradisional, Sumber Pengetahuan Adat, tempat – tempat sakral, dan tempat ritual Adat Suku Hubula. 

Masyarakat Adat terancam punah dari mereka punya Tanah Adat sendiri karena praktik kapital Birokrat tidak menghargai harkat & martabat manusia Hubula sedikit-pun, memang priktik seperti ini kejahatan luar biasa terhadap masyarakat Adat. Orang Hubula menjuluki Tanah sebagai (Ninagosa) artinya mama kehidupan, dan kalau melihat Tanah 108 hektar yang di rampas oleh Kapitalisme Birokrat tempat dimana masyarakat bertani. Kapitalisme Birokat juga tidak menyadari kalau mereka sedang menghancurkan relasi sosial mulai dari Struktur Adat, klen Suku, Sub Marga dan lebih spesifik lagi dalam keluarga kecil. 

Kapitalisme Brokrat / Intelektual Pelacur seperti Wamendagri  Jhon Wempi Wetipo  dan Ustad Ismael Asso mengancam nyawa Manusia dan Alam semesta demi kepentingan akumulasi modal tanpa menghormati serta menghargai nilai kemanusiaan. 

Antek – antek Jakarta yang ada di Papua memang benar tidak ada niat baik bagi masyarakt Hubula lebih khususnya klan Suku Wio, Uelesi, dan Assolokobal  karena dari tindakan agresif menentukan sifat keasliannya. Tanah  masyarakat Adat Hubula di rampas 108 hektar itu tanpa ada masyawarah dan mufakat bersama  dengan ahli waris Tanah dari 3 klan Suku yaitu Wio, Uelesi, dan Assolokobal, hal itu menyebabkan masyarakat melakukan penolakan penempatan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan. 

Tanah masyarakat Adat Hubula  di rampas oleh Wakil Mentri Dalam Negeri  Jhon Wempi Wetipo, tanpa mempertimbangkan eksistensi kehidupan masyarakat Hubula karena keberlansungan hidup masyarakat pada Tanah, Hutan, dan segala macam potensi sumber daya alam. 

Pejabat Sebentara Gubernur Provinsi Papua Pegunungan juga terlihat arogan dengan pernyataan pernyataan di media sosial, seolah olah tiadak ada masalah penolakan dari masyarakat Adat selaku ahli Waris Tanah . Pernyataan PJ  memang terlihat arogan dan anggap reme dengan penolakan penempatan kantor Gubernur Papua Pegunungan oleh masyarakat dari 3 aliansi klen yaitu Wio, Uelesi, dan Assolokobal. 
 
Dari sejak awal wacana penempatan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan itu masyarakat Adat pemilik Tanah / Ahli waris Tanah Adat masih melakukan penolakan tetapi antek – antek Jakarta mengambil kebijakan sepihak akhirnya sampai detik ini ada konflik internal antar masyarakat. Karena kebijakan sepihal  itu juga  masyarakat Adat hubula klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal terkonsolidasi dan masih eksis melakukan perlawanan terhadap Kapital Birokrat yang melanggengkan perampasan hak - hak Masyarakat Adat. 

Masyarakat Adat Hubula  dari 3 klen Suku masih  melakukan penolakan penempatan kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan dengan berbagai cara, misalnya masyarakat melakukan Aksi demonstrasi, Jumpa Pers, Audency dengan pemerintah, Pemalangan di lokasi, dan Melakukan Ritual Adat sebagai tanpa larangan perampasan Tanah Adat sesuai kepercayaan orang Hubula di Lembah Agung.  

Hubula Bukan Tanah Kosong !
Tetapi Ada penghuni selaku ahli waris Tanah yaitu kulit hitam, rambut keriting, ras negroid, dan rumpun melanesia. Itulah ahli waris tanah Leluhur yang dirampas paksa 108 hektar oleh kapital birokrat boneka jakarta berada di Papua. Ahli waris Tanah Suku Hubula klen Wio, Uelesi, dan Assolokobal masih eksis melakukan penolakan terhadap ologarki yang merampas hak - haknya sampai detik ini.

Menurut kepercayaan masyarakat Adat Hubula, Tanah Hubula sebagai sumber kehidupan, Sumber Kemakmuran, Sumber kesejahteraan, dan Tanah merupakan mama (Ninagosa) yang selalu sediakan makanan buat kita masyarakat Adat. 
Masyarakat Adat Hubula  juga sangat membutuhkan dukungan solidaritas dari berbagai elemen rakyat memiliki nilai kemanusiaan untuk melakukan perlawanan terhadap kapital birokrat yang selalu merampas Tanah Adat mereka. 

Oleh: Aktivis GempaR Papua 
Varra Iyaba 





Minggu, 24 September 2023

Jayapura, GempaR-Papua – Tokoh Politik Bangsa Papua Tn.Victor F Yeimo dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan Abepura, Kota Jayapura, pada Sabtu (23/9/2023).

Juru Bicara Internasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB), tersebut disambut Oleh ribuan massa aksi di Expo Waena Kota Jayapura Papua. 

Tokoh Politik Bangsa Papua Tn.Victor Yeimo, sebelumnya  didakwa makar karena dianggap memprovokasi massa aksi demonstrasi yang terjadi di Kota Jayapura pada 19 dan 29 Agustus 2019 untuk memprotes ujaran rasisme yang ditujukan kepada Mahasiswa Papua di Asrama Kamasan III Surabaya pada 16 Agustus 2019. Victor Yeimo terdakwa sebagai aktor intelektual yang melakukan tindakan provokasi terhadap massa Aksi untuk melakukan perlawanan. 

Pada 5 Mei 2023 Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jayapura menyatakan Victor Yeimo tidak terbukti bersalah melakukan makar. Akan tetapi, Majelis Hakim PN Jayapura menilai Viktor Yeimo terbukti bersalah melanggar Pasal 155 ayat (1) KUHP.


Pasal itu adalah pasal tentang perbuatan menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum yang mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap Pemerintahan. 

Majelis Hakim PN Jayapura menghukum Yeimo dengan pidana penjara 8 bulan.
Vonis itu menjadi kontroversial, karena Pasal 155 ayat (1) KUHP tidak pernah didakwakan kepada Viktor Yeimo. Pasal yang dipakai untuk menghukum  tokoh Politik Rakyat Papua Tn.Victor Yeimo dengan pidana penjara 8 bulan itu bahkan sudah dicabut Mahkamah Konstitusi.
Dari sini terbukti bahwa Hukum di pangadilan perjualbelikan oleh kekuasaan tanpa menegakan kebenaran & keadilan. 

Tokoh Politik Bangsa Papua Tn.Victor Yeimo memberikan keterangan usia bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Abepura, Kota Jayapura, pada Sabtu (23/9/2023). 

Jaksa Penuntut Umum dan Koalisi Penegak Hukum dan HAM untuk Papua selaku kuasa hukum Victor Yeimo sama-sama mengajukan banding atas putusan PN Jayapura itu, dengan nomor memori banding 9/Akta.Pid/2023/PN Jap. Dalam putusan bandingnya, Majelis Hakim PT Jayapura membatalkan putusan PN Jayapura Nomor 376/Pid.B/ 2021/ PN Jap tertanggal 5 Mei 2023 itu.

Majelis Hakim PT Jayapura dalam putusan menyatakan Victor Yeimo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana makar. Majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap tokoh Politik Tn.Victor Yeimo hukuman penjara selama satu tahun sebagaimana dalam dakwaan pertama penuntut umum.


Tepat pukul 11.17 siang tokoh Politik Bangsa Papua Tn. Viktor Yeimo dikeluarkan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Abepura. Yeimo lalu disambut keluarga dan tim Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua advokat Emanuel Gobay, advokat Persila Heselo, Gustaf Kawer, dan anggota koalisi lainnya. Turut hadir juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua, Laurenzus Kadepa.

Victor Yeimo  sebagai tokoh Politik bangsa Papua  disambut oleh ribuan massa aksi dengan semangat perlawanan yang tinggi di Expo Waena, Kota Jayapura Papua. 

Anggota Tim Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua, advokat Emanuel Gobay mengatakan tuduhan makar yang dituduhkan kepada Victor Yeimo adalah murni fakta rasisme yang dilakukan secara sistematik dan terstruktural menggunakan kriminalisasi pasal makar melalui sistem peradilan pidana.

“Dia adalah korban rasisme secara sistematis. Rasisme adalah musuh bersamaan,” kata Gobay kepada wartawan di Kota Jayapura, pada Sabtu siang.

Terpidana makar, Victor Yeimo mengatakan kebebasan hari ini bukanlah akhir dari perjuangan. Ia meneyeruhkan kepada seluruh rakyat Papua untuk terus melawan selagi masih ada Rasisme, Penindasan, Penghisapan, diskriminasi, marginalisasi terhadap Manusia di muka Bumi. 

“Saya hari ini bebas tetapi perjuangan kami selanjutnya adalah membebaskan yang masih ada di dalam [dan masih menjadi luka busuk di negara ini],” kata Yeimo